Selamat datang di duniaku

Sabtu, 08 Desember 2012

Pencatatn perkawinan ABRI, POLRI, TNI


BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pencatatn perkawinan ABRI, POLRI, TNI
Tata cara menurut golongan agama maka sesuai dengan penggolongan agama yang ada, maka tatacara permohonan izin kawin menurut agama isalam adalah
1.      Surat permohonan izin kawin diajukan kepada pejabat yag berwenang melalui saluran hierachie setelah dihubungi pendapat/pengesahan dari pejabat Agama di lingkungan POLRI dengan disertai lampiran-lampiran
a.       Surat keterangan tentang nama,tanggal dan tempat lahir, agama pekerjaan calon suami isteri, apbila salah seorang atau suami terdahulu
b.      Surat keterangan tentang nama.Agama,pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka
c.       Surat kesanggupan dari calon isteri/suami anggota POLRI
d.      Surat keterangan dari yang berwenang bahwa calon suami telah mencapoaui usia 19 tahun dan calon isteri telah mencapai usia 16 tahun
e.       Surat persetujuan dari pengadilan atau pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak calon suami maupun pihak calon isteri, dalam hal calon suami/isteri belum mencapai usia tersebut pada point d
f.       Surat persetujuan ayah/wali calon isteri
g.      Surat keterangan pejabat personalia mengenai belum pernah kawin atau masih beristeri/bersuami dari anggota yang bersangkutan
h.      Surat keterangan cerai/kematian suami dari calon isteri atau surat keterangan cerai/kematian isteri dari calon suami apabila mereka sudah janda/duda
i.        Surat keterangan dari pamong praja/polisi stempat tentang tingkah laku caolon suami/isteri
j.        Surat keterangan Dokter ABRI mengenai kesahatananggota yang bersangkutan dari calon isteri/suami
k.      Enam lembar pasfoto (ukuran 3x4) anggota yang bersangkutan dan calon suami/isteri
2.      Jangka waktu minimum yang diperlukan sebagai siapan untuk menyelesaikan hal-hal yang menyangkut segi keamanan ialah 15 (limabelas) hari sebelum tanggal pelaksanaan perkawinan

B.     Perceraian untuk anggota POLRI, ABRI, TNI
1.      Dengan Tetap Mengacu kepada UU. No. 1 Tahun 1974/PP. No.9 Tahun 1975, INPRES No. 1 Tahun 1991 (KHI. Tahun 1991), HIR., PP.No. 10 Tahun 1983/PP No, 45 Tahun 1990 dan Ketentuan-Ketentuan Khusus Perkawinan dan Perceraian Bagi Anggota TNI/POLRI;
2.       Apabila Pemohon/Gugatan Cerai diajukan oleh anggota TNI (aktif), maka persyaratan administratifnya harus dilengkapi dengan surat izin untuk melakukan perceraian dari Atasan/Komandan yang bersangkutan (Langsung dapat diproses lanjut) ;
3.      Apabila Permohon/Gugatan Cerai tersebut belum dilengkapi dengan SURAT IZIN, Majelis Hakim dalam persidangan lansung memerintahkan kepada yang bersangkutanm untuk mendapatkan izin tersebut keatasan/komandannya, perintah tersebut dimuat dalam Berita Acara Persidangan, (sidang pertama ditunda/belum dapat di mediasi);
4.      Penundaan persidangan minimal 6 bulan, terhitung sejak Tanggal Surat Permohonan Izin Cerai diajukan keatasan/komandannya (bukan dihitung sejak penundaan persidangan), karena memungkinkan penundaan telah 5 bulan sementara permohonan izin ke atasan/komandannya bari 1 bulan) maka kemungkinan proses penerbitan izin pada atasan sedang berlangsung majelis telah menyidangkannya dapat mengakibatkan pertentangan/ komplik antar instansi/lembaga atau Pengadilan Agama dengan Komando;
5.      Apabila penundaan telah berjalan 6 bulan, kemudian masa permohonan izin keatasan/konadannya belum cukup 6 bulan, maka seharusnya ditunda lagi untuk mencukupi 6 bulan (masa proses pada atasan/komandannya);
6.      Apabila, tetap hendak melanjutkan perkara tanpa memenuhi syarat 6 bulan dan atau tanpa surat izin dari atasan/komandannya maka (“demi” perlindungan hukum atas majelis hakim), maka yang bersangkutan harus/wajib membuat surat menerima pernyataan resiko akibat perceraian tanpa izin, lalu mejelis hakim lebih dahulu memberitahukan/menasekatkan kemungkinan resiko baik yang sifatnya teringan seperti ; sanksi admnistratif pemindahan,penurunan/penundaan kenaikan pangkat pangkat, gaji dll., dan atau resiko terburuk dengan sebuah pemecatan, kalau sudang mengerti dan tetap hendak do[roses lanjut, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan, dengan memerintahkan untuk menempuhMEDIASI (Perma No. 1 Tahuin 2008), kemudian selanjutnya (memasuki ranah yusticial), biaya upaya perdamaian selanjutnya memeriksa pokok perkara;7.
7.       Apabila Gugatan Cerai diajukan oleh ISTERI (Bukan Anggota TNI/POLRI), karena ia (ISTERI) tersebut menikah dengan anggota TNI/POLRI maka secara otomatis telah terikat sebagai Kalurga Bersar TNI/POLRI, maka Penggugat harus menghargaiInstitusi TNI/POLRI, meskipun ia telah membenci Suamiinya yang TNI/POLRI, maka tetap harus melakukan tindakan sebagai berikut ;
o  Isteri tersebut, melaporkan keadaan rumah tangganya kepadaatasan/komandan suami dengan rencana gugatan perceraiannya tersebut;
o  Kalau perkara sudah terdaftar, sementara Majelis Hakim telah mengetahui bahwa Tergugatnya (suaminya) itu adalah anggota TNI/POLRI, maka harus memerintahkan kepada penggugat untuk melaporkan hal tersebut, sesuai maksud huruf (a) di atas, dengan memberi kesempatan selama 6 bulan (kentuan administratif) ketentuannya konkordan dengan ketentuan PP.No.10 Tahun 1983);
o  Perintah kepada Tergugat tersebut harus dimuat dalam Berita Acara Persidangan dan dapat dibuat dalam bentuk Putusan Sela (melokalisir keadaan perkara);
o  Perintah Majelis Hakim tersebut disampaikan kepada Pimpinan pengadilan (Ketua/Wakil Ketua) Pengadilan Agama Tangerang karena (Majelis hakim tidak boleh bersurat langsung kepada atasan/komandan suaminuya);
o  Pimpinan Pengadilan memberikan SURAT perintah pengatar kepada Penggugat isteri tersebut untuk MENGHADAP atasan/komandan suami, minta surat keterangan, (Jiwa PP.No.45 Tahun 1990) atau bentuk surat lainnya dari Kantor TNI/POLRI yang isinya membenarkan atau tidak membenarkan mengajukan proses ke pengadilan (Semua surat tersebut hanyalah persyaratan administrative saja) kalau tidak dapat diperoleh surat tersebut dengan berbagai hambatan di Kantor Suami kemudian lewat 6 bulan (dihitung sejak pelaporan), maka tidak ada halangan kumum lagi, bagi majelis hakim untuk melanjutkan pemeriksaan perkara, maka perkara tetap berlanjut dan harus diputus.

C.    Poligami bagi Anggota POLRi, ABRI, TNI
Dalam bab II ketentuan dasar pasal 2
1.      Pada dasaranya seorang anggota ABRI pria/wanita hanya diizinkan mempunyai seorang isteri/suami
2.      Menyimpang dari ketentuan tersebut ayat a pasal ini seorang suami hanya dapat dipertimbangkan untuk diizinkan mempunyai isteri lebih dari seorang apabila hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang dianutnya dan dalam hal isteri tidak dapat melahirka keturunan,dengan surat keterangan dokter
3.      Dalam hubungan ayat b pasal ini,surat permohonanya harus dilengkapi selain dengan lampiran tersebut dalam pasal 14 keputusan ini juga dengan menyertakan:
a.       Surat keterangan pribadi dari calon isteri yang kmenyatakan bahwa ia tidak kevberatan dan sanggup untuk dimadu
b.      Surat pernyataan /persetujuan dari isteri pertama
c.       Surat pernyataan suami yang menyatakan adanya kepastian bahwa ia mampu menjamin kebutuhan jasmani dan rohani terhadap isteri-isterinya


D.    Pengertian Pegawai Negeri Sipil
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan :
1.      Pegawai Negeri Sipil adalah :
a.       Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974;
b.      Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri Sipil yaitu :
1)     Pegawai Bulanan disamping pensiun;
2)     Pegawai Bank milik Negara;
3)     Pegawai Badan Usaha milik Negara;
4)     Pegawai Bank milik Daerah;
5)     Pegawai Badan Usaha milik Daerah;
6)     Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa;
2.      Pejabat adalah :
a.       Menteri;
b.      Jaksa Agung;
c.       Pimpinan Lembaga Pemerintah Non Departemen;
d.      Pimpinan Kesekretariatan Lembaga Tertinggi/Tinggi Negara;
e.       Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
f.       Pimpinan Bank mil ik Negara;
g.      Pimpinan Badan Usaha milik Negara;
h.      Pimpinan Bank mil ik Daerah;
i.        Pimpinan Badan Usaha milik Daerah;

E.     Pencatatan perkawinan Pegawai Negeri Sipil
1.      Pegawai Negeri sipil yang telah melangsungkan perkawinan pertama, wajib mengirimkan laporan perkawinan secra tetulis kepada pejabat melalui saluran inarki
2.      Laporan perkawinan tersebut harus dikirimkan selambt-lambanya 1 tahun terhitung miulai tanggal perkawinan itu dilangsungkan
3.      Ketentuan sebagaimana dimaksud diatas berlaku juga bagi pegawai negeri sipil yang menjadi duda /janda yang melangsungkan perkawinan lagiu
4.      Laporan perkawinan tersebut di atas dibuat menurut contoh yaitu lampiran 1 dan lampiran 2
5.      Bagi pegawai negeri sipil sebgaimana dimaksud dalam undang-undang sah  no 8 tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping pensiun, laporan perkawinan tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap tiga
6.      Laporan perkawinan tersebut dilampiri dengan, salinan sah surat nikah akte perkawinan,pas foto isteri/suami dan dilengakapi dengan no identitas
7.      Salinan sah surat nikah/akte perkawinan
8.      Pas foto sebagaimna yang dimaksud dalam undang-undang nomor 8 tahun   1974

F.     Perceraian Pegawai negeri Sipil
Pasal 3
1)      Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
2)      Permintaan untuk memperoleh izin sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
3)      Dalam surat permintaan izin perceraian harus dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian itu.
Pasal 5
1)      Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan Pasal 4 diajukan kepada Pejabat melalui saluran hirarki.
2)      Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian, atau untuk beristeri lebih dari seorang, maupun untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, wajib memberikan pertimbangan danmeneruskannya kepada Pejabat melalui saluran hirarki dalamjangka waktu selambat lambatnya 3 (tiga) bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.
Pasal 6
1)      Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintaan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
2)      apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat harus memeinta keterangan tambahan dari isteri/suami  dari pegawai negeri sipil yang mengajukan permintaan izin itu atau dari pihak lain dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan
3)      sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih dahulu merukunkan kembali suami isteri yamg bersagkutan dengan cara memanggil mereka secara langsung untuk diberi nasehat
Pasal 7
1)      izin untuk bercerai dapat diberikan apabila didasarkan pada alasan alasan yang ditetapkan oleh perturan perundamg-undangan dan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini
2)      izin perceraian karena alsan isteri mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapt menjelanka kewajibannya sebagai ister,tidak diberikan oleh pejabat
3)      Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh Pejabat apabila :
a)        bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b)        tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
c)        bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d)       alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat.
Pasal 8
1)      Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas isteri dan anak-anaknya.
2)      Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga untuk bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
3)      Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada anak maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria kepada bekas isterinya ialah setengah dari gajinya.
4)      Apabila perceraian terjadi atas kehendak isteri, maka ia tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.
5)      Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak berlaku, apabila isteri meminta cerai karena dimadu.
6)      Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya menjadi hapus terhitung mulai ia kawin lagi.

G.    Poligami Pegawai Negeri Sipil
Ketentuan tentang izin beristeri lebih dari seorang bdiaur dalam PP.No 45b tahun 1990 yang mengubah pasal 4 PP No 10 tahun 1983seh8ingga menjadi berikut
Pasal 9
1)          Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang dikemukakan dalam surat permintan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai negeri Sipil yang bersangkutan
2)          Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang meyakinkan.
3)          Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sendiri atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat.
Pasal 10
1)     Izin untuk beristeri lebih dari seorang hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ayat (3) Pasal ini.
2)     Syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah :
a)   Isteri tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai isteri;
b)   isteri mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat disembuhkan; atau
c)   isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
3)     Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ialah :
a)        ada persetujuan tertulis dari isteri
b)        Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c)        ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
4)     Izin untuk beristeri lebih dari seorang tidak diberikan oleh Pejabat apabila:
a)   bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b)   tidak memenuhi syarat alternatif sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);
c)   bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
d)  alasan yang dikemukakan bertentangan dengan akal sehat; dan/atau
e)   ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.
Pasal 11   
1)      Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3). Hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila :
a)        ada persetujuan tertulis dari isteri bakal suami ;
b)        bakal suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c)        ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan berlaku adilterhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
2)      Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3), tidak diberikan oleh Pejabat apabila :
a)        bertentangan dengan ajaran/perraturan agama yang dianut oleh Pegawai Negeri Sipil wanita yang bersangktuan atau bakal suaminya;
b)        tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
c)        bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d)       ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan tugas kedinasan.





BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
·         Tata cara menurut golongn agamam maka sesuai dengan penggolongan agama yang ada, maka tatacara permohonan izin kawin menurut agama isalam adalah
1.      Surat permohonan izin kawin diajukan kepada pejabat yag berwenang melalui saluran hierachie setelah dihubungi pendapat/pengesahan dari pejabat Agama di lingkungan POLRI dengan disertai lampiran-lampiran
·         Dengan Tetap Mengacu kepada UU. No. 1 Tahun 1974/PP. No.9 Tahun 1975, INPRES No. 1 Tahun 1991 (KHI. Tahun 1991), HIR., PP.No. 10 Tahun 1983/PP No, 45 Tahun 1990 dan Ketentuan-Ketentuan Khusus Perkawinan dan Perceraian Bagi Anggota TNI/POLRI;
·         Menyimpang dari ketentuan tersebut ayat a pasal ini seorang suami hanya dapat dipertimbangkan untuk diizinkan mempunyai isteri lebih dari seorang apabila hal itu tidak bertentangan dengan ketentuan agama yang dianutnya dan dalam hal isteri tidak dapat melahirka keturunan,dengan surat keterangan dokter


DAFTAR PUSTAKA

Undang-undang Pokok Perkawinan. 2007. Redaksi Sinar Grafika. Jakarta
Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional. 1994. PT rineka cipta . jakarta
Niken Puspita Sari dalam tesisnya Praktek Permohonan Pengesahan Perkawinan Setelah Berlakunya Undang Undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar