BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pencatatn
perkawinan ABRI, POLRI, TNI
Tata cara menurut golongan agama maka sesuai dengan
penggolongan agama yang ada, maka tatacara permohonan izin kawin menurut agama
isalam adalah
1.
Surat permohonan
izin kawin diajukan kepada pejabat yag berwenang melalui saluran hierachie
setelah dihubungi pendapat/pengesahan dari pejabat Agama di lingkungan POLRI
dengan disertai lampiran-lampiran
a. Surat keterangan tentang nama,tanggal dan
tempat lahir, agama pekerjaan calon suami isteri, apbila salah seorang atau
suami terdahulu
b. Surat keterangan tentang
nama.Agama,pekerjaan dan tempat kediaman orang tua mereka
c. Surat kesanggupan dari calon isteri/suami
anggota POLRI
d. Surat keterangan dari yang berwenang bahwa
calon suami telah mencapoaui usia 19 tahun dan calon isteri telah mencapai usia
16 tahun
e. Surat persetujuan dari pengadilan atau
pejabat yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak calon suami maupun pihak calon
isteri, dalam hal calon suami/isteri belum mencapai usia tersebut pada point d
f. Surat persetujuan ayah/wali calon isteri
g. Surat keterangan pejabat personalia
mengenai belum pernah kawin atau masih beristeri/bersuami dari anggota yang
bersangkutan
h. Surat keterangan cerai/kematian suami dari
calon isteri atau surat keterangan cerai/kematian isteri dari calon suami
apabila mereka sudah janda/duda
i.
Surat keterangan dari pamong praja/polisi stempat
tentang tingkah laku caolon suami/isteri
j.
Surat keterangan Dokter ABRI mengenai kesahatananggota
yang bersangkutan dari calon isteri/suami
k. Enam lembar pasfoto (ukuran 3x4) anggota
yang bersangkutan dan calon suami/isteri
2.
Jangka waktu minimum yang diperlukan sebagai siapan
untuk menyelesaikan hal-hal yang menyangkut segi keamanan ialah 15 (limabelas)
hari sebelum tanggal pelaksanaan perkawinan
B.
Perceraian
untuk anggota POLRI, ABRI, TNI
1. Dengan Tetap
Mengacu kepada UU. No. 1
Tahun 1974/PP. No.9 Tahun 1975, INPRES No. 1 Tahun 1991 (KHI. Tahun 1991),
HIR., PP.No. 10 Tahun 1983/PP No, 45 Tahun 1990 dan Ketentuan-Ketentuan Khusus
Perkawinan dan Perceraian Bagi Anggota TNI/POLRI;
2. Apabila
Pemohon/Gugatan Cerai diajukan oleh anggota
TNI (aktif), maka persyaratan administratifnya harus dilengkapi
dengan surat izin untuk melakukan perceraian dari Atasan/Komandan yang
bersangkutan (Langsung dapat diproses lanjut) ;
3. Apabila Permohon/Gugatan Cerai tersebut belum dilengkapi dengan SURAT IZIN, Majelis Hakim
dalam persidangan lansung memerintahkan kepada yang bersangkutanm untuk
mendapatkan izin tersebut keatasan/komandannya, perintah tersebut dimuat
dalam Berita Acara Persidangan, (sidang pertama ditunda/belum dapat di mediasi);
4. Penundaan persidangan minimal 6
bulan, terhitung sejak Tanggal
Surat Permohonan Izin Cerai diajukan
keatasan/komandannya (bukan dihitung sejak penundaan
persidangan), karena memungkinkan penundaan telah 5 bulan sementara
permohonan izin ke atasan/komandannya bari 1 bulan) maka kemungkinan proses
penerbitan izin pada atasan sedang berlangsung majelis telah menyidangkannya
dapat mengakibatkan pertentangan/ komplik antar instansi/lembaga atau Pengadilan Agama dengan Komando;
5. Apabila penundaan telah berjalan 6 bulan,
kemudian masa permohonan izin keatasan/konadannya belum cukup 6 bulan, maka seharusnya ditunda lagi untuk mencukupi 6 bulan (masa proses pada
atasan/komandannya);
6. Apabila, tetap hendak melanjutkan
perkara tanpa memenuhi syarat 6
bulan dan atau tanpa surat izin dari atasan/komandannya maka
(“demi” perlindungan hukum atas majelis hakim), maka yang bersangkutan
harus/wajib membuat surat menerima pernyataan resiko akibat perceraian tanpa
izin, lalu mejelis hakim lebih dahulu memberitahukan/menasekatkan kemungkinan
resiko baik yang sifatnya teringan seperti ; sanksi admnistratif pemindahan,penurunan/penundaan kenaikan pangkat pangkat,
gaji dll., dan atau resiko terburuk dengan sebuah pemecatan, kalau sudang mengerti
dan tetap hendak do[roses lanjut, maka pemeriksaan perkara dilanjutkan, dengan
memerintahkan untuk menempuhMEDIASI (Perma
No. 1 Tahuin 2008), kemudian selanjutnya (memasuki ranah yusticial), biaya upaya
perdamaian selanjutnya memeriksa pokok perkara;7.
7. Apabila
Gugatan Cerai diajukan oleh ISTERI
(Bukan Anggota TNI/POLRI), karena ia (ISTERI) tersebut menikah
dengan anggota TNI/POLRI maka secara otomatis telah terikat sebagai Kalurga
Bersar TNI/POLRI, maka Penggugat harus
menghargaiInstitusi TNI/POLRI, meskipun ia telah membenci
Suamiinya yang TNI/POLRI, maka tetap harus melakukan tindakan sebagai
berikut ;
o
Isteri tersebut, melaporkan keadaan rumah tangganya
kepadaatasan/komandan suami dengan rencana gugatan perceraiannya tersebut;
o
Kalau perkara sudah terdaftar, sementara Majelis Hakim
telah mengetahui bahwa Tergugatnya (suaminya) itu adalah anggota TNI/POLRI,
maka harus memerintahkan kepada penggugat untuk melaporkan hal
tersebut, sesuai maksud huruf (a) di atas, dengan memberi kesempatan
selama 6 bulan (kentuan administratif) ketentuannya konkordan dengan ketentuan
PP.No.10 Tahun 1983);
o
Perintah kepada Tergugat tersebut harus dimuat dalam
Berita Acara Persidangan dan dapat dibuat dalam bentuk Putusan Sela
(melokalisir keadaan perkara);
o
Perintah Majelis Hakim tersebut disampaikan kepada
Pimpinan pengadilan (Ketua/Wakil Ketua) Pengadilan Agama Tangerang karena
(Majelis hakim tidak boleh bersurat langsung kepada atasan/komandan suaminuya);
o Pimpinan Pengadilan memberikan SURAT perintah
pengatar kepada Penggugat isteri tersebut untuk MENGHADAP atasan/komandan
suami, minta surat keterangan, (Jiwa PP.No.45 Tahun 1990) atau bentuk surat
lainnya dari Kantor TNI/POLRI yang isinya membenarkan atau tidak membenarkan
mengajukan proses ke pengadilan (Semua surat tersebut hanyalah persyaratan
administrative saja) kalau tidak dapat diperoleh surat tersebut dengan berbagai
hambatan di Kantor Suami kemudian lewat 6 bulan (dihitung sejak pelaporan),
maka tidak ada halangan kumum lagi, bagi majelis hakim untuk melanjutkan
pemeriksaan perkara, maka perkara tetap berlanjut dan harus diputus.
C.
Poligami
bagi Anggota POLRi, ABRI, TNI
Dalam bab II ketentuan dasar pasal 2
1.
Pada dasaranya
seorang anggota ABRI pria/wanita hanya diizinkan mempunyai seorang isteri/suami
2.
Menyimpang dari
ketentuan tersebut ayat a pasal ini seorang suami hanya dapat dipertimbangkan
untuk diizinkan mempunyai isteri lebih dari seorang apabila hal itu tidak
bertentangan dengan ketentuan agama yang dianutnya dan dalam hal isteri tidak
dapat melahirka keturunan,dengan surat keterangan dokter
3.
Dalam hubungan
ayat b pasal ini,surat permohonanya harus dilengkapi selain dengan lampiran
tersebut dalam pasal 14 keputusan ini juga dengan menyertakan:
a.
Surat keterangan
pribadi dari calon isteri yang kmenyatakan bahwa ia tidak kevberatan dan
sanggup untuk dimadu
b.
Surat pernyataan
/persetujuan dari isteri pertama
c.
Surat pernyataan
suami yang menyatakan adanya kepastian bahwa ia mampu menjamin kebutuhan
jasmani dan rohani terhadap isteri-isterinya
D.
Pengertian
Pegawai Negeri Sipil
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang
dimaksud dengan :
1. Pegawai Negeri Sipil adalah :
a. Pegawai Negeri Sipil sebagaimana dimaksud
dalam Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974;
b. Yang dipersamakan dengan Pegawai Negeri
Sipil yaitu :
1) Pegawai Bulanan disamping pensiun;
2) Pegawai Bank milik Negara;
3) Pegawai Badan Usaha milik Negara;
4) Pegawai Bank milik Daerah;
5) Pegawai Badan Usaha milik Daerah;
6) Kepala Desa, Perangkat Desa, dan petugas
yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di Desa;
2. Pejabat adalah :
a. Menteri;
b. Jaksa Agung;
c. Pimpinan Lembaga Pemerintah Non
Departemen;
d. Pimpinan Kesekretariatan Lembaga
Tertinggi/Tinggi Negara;
e. Gubernur Kepala Daerah Tingkat I;
f. Pimpinan Bank mil ik Negara;
g. Pimpinan Badan Usaha milik Negara;
h. Pimpinan Bank mil ik Daerah;
i.
Pimpinan Badan Usaha milik Daerah;
E.
Pencatatan perkawinan Pegawai Negeri Sipil
1.
Pegawai Negeri
sipil yang telah melangsungkan perkawinan pertama, wajib mengirimkan laporan
perkawinan secra tetulis kepada pejabat melalui saluran inarki
2.
Laporan
perkawinan tersebut harus dikirimkan selambt-lambanya 1 tahun terhitung miulai
tanggal perkawinan itu dilangsungkan
3.
Ketentuan
sebagaimana dimaksud diatas berlaku juga bagi pegawai negeri sipil yang menjadi
duda /janda yang melangsungkan perkawinan lagiu
4.
Laporan
perkawinan tersebut di atas dibuat menurut contoh yaitu lampiran 1 dan lampiran
2
5.
Bagi pegawai
negeri sipil sebgaimana dimaksud dalam undang-undang sah no 8 tahun 1974 dan pegawai bulanan disamping
pensiun, laporan perkawinan tersebut dibuat sekurang-kurangnya dalam rangkap
tiga
6.
Laporan
perkawinan tersebut dilampiri dengan, salinan sah surat nikah akte
perkawinan,pas foto isteri/suami dan dilengakapi dengan no identitas
7.
Salinan sah
surat nikah/akte perkawinan
8.
Pas foto
sebagaimna yang dimaksud dalam undang-undang nomor 8 tahun 1974
F.
Perceraian Pegawai negeri Sipil
Pasal 3
1)
Pegawai Negeri Sipil yang akan melakukan perceraian
wajib memperoleh izin lebih dahulu dari Pejabat.
2) Permintaan untuk memperoleh izin
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan secara tertulis.
3)
Dalam surat permintaan izin perceraian harus
dicantumkan alasan yang lengkap yang mendasari permintaan izin perceraian itu.
Pasal 5
1)
Permintaan izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan
Pasal 4 diajukan kepada Pejabat melalui saluran hirarki.
2)
Setiap atasan yang menerima permintaan izin dari
Pegawai Negeri Sipil dalam lingkungannya, baik untuk melakukan perceraian, atau
untuk beristeri lebih dari seorang, maupun untuk menjadi isteri
kedua/ketiga/keempat, wajib memberikan pertimbangan danmeneruskannya kepada
Pejabat melalui saluran hirarki dalamjangka waktu selambat lambatnya 3 (tiga)
bulan terhitung mulai tanggal ia menerima permintaan izin dimaksud.
Pasal 6
1)
Pejabat yang menerima permintaan izin untuk melakukan perceraian sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 3 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan
yang dikemukakan dalam surat permintaan izin
dan pertimbangan dari atasan Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan.
2) apabila alasan-alasan dan syarat-syarat
yang dikemukakan dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka pejabat
harus memeinta keterangan tambahan dari isteri/suami dari pegawai negeri sipil yang mengajukan
permintaan izin itu atau dari pihak lain dipandang dapat memberikan keterangan
yang meyakinkan
3)
sebelum mengambil keputusan, pejabat berusaha lebih
dahulu merukunkan kembali suami isteri yamg bersagkutan dengan cara memanggil
mereka secara langsung untuk diberi nasehat
Pasal 7
1) izin untuk bercerai dapat diberikan
apabila didasarkan pada alasan alasan yang ditetapkan oleh perturan
perundamg-undangan dan ketentuan dalam peraturan pemerintah ini
2) izin perceraian karena alsan isteri
mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapt menjelanka
kewajibannya sebagai ister,tidak diberikan oleh pejabat
3) Izin untuk bercerai tidak diberikan oleh
Pejabat apabila :
a)
bertentangan dengan ajaran/peraturan agama yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b)
tidak ada alasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
c)
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d) alasan yang dikemukakan bertentangan
dengan akal sehat.
Pasal 8
1)
Apabila perceraian terjadi atas kehendak Pegawai
Negeri Sipil pria maka ia wajib menyerahkan sebagian gajinya untuk penghidupan bekas
isteri dan anak-anaknya.
2) Pembagian gaji sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) ialah sepertiga untuk Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan, sepertiga
untuk bekas isterinya, dan sepertiga untuk anak atau anak-anaknya.
3) Apabila dari perkawinan tersebut tidak ada
anak maka bagian gaji yang wajib diserahkan oleh Pegawai Negeri Sipil pria
kepada bekas isterinya ialah setengah dari gajinya.
4) Apabila perceraian terjadi atas kehendak
isteri, maka ia tidak berhak atas bagian penghasilan dari bekas suaminya.
5) Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(4) tidak berlaku, apabila isteri meminta cerai karena dimadu.
6) Apabila bekas isteri Pegawai Negeri Sipil
yang bersangkutan kawin lagi, maka haknya atas bagian gaji dari bekas suaminya
menjadi hapus terhitung mulai ia kawin lagi.
G.
Poligami Pegawai Negeri Sipil
Ketentuan
tentang izin beristeri lebih dari seorang bdiaur dalam PP.No 45b tahun 1990
yang mengubah pasal 4 PP No 10 tahun 1983seh8ingga menjadi berikut
Pasal 9
1)
Pejabat yang menerima permintaan izin untuk beristeri
lebih dari seorang atau untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4 wajib memperhatikan dengan seksama alasan-alasan yang
dikemukakan dalam surat permintan izin dan pertimbangan dari atasan Pegawai
negeri Sipil yang bersangkutan
2)
Apabila alasan-alasan dan syarat-syarat yang dikemukan
dalam permintaan izin tersebut kurang meyakinkan, maka Pejabat harus meminta
keterangan tambahan dari isteri Pegawai Negeri Sipil yang mengajukan permintaan
izin atau dari pihak lain yang dipandang dapat memberikan keterangan yang
meyakinkan.
3)
Sebelum mengambil keputusan, Pejabat memanggil Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan sendiri
atau bersama-sama dengan isterinya untuk diberi nasehat.
Pasal 10
1) Izin untuk beristeri lebih dari seorang
hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila memenuhi sekurang-kurangnya salah
satu syarat alternatif dan ketiga syarat kumulatif sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dan ayat (3) Pasal ini.
2) Syarat alternatif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ialah :
a) Isteri tidak dapat menjalankan
kewajibannya sebagai isteri;
b) isteri mendapat cacat badan atau penyakit
yang tidak dapat disembuhkan; atau
c) isteri tidak dapat melahirkan keturunan.
3) Syarat kumulatif sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) ialah :
a)
ada persetujuan tertulis dari isteri
b)
Pegawai Negeri Sipil pria yang bersangkutan mempunyai penghasilan
yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan anak-anaknya yang
dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c)
ada jaminan tertulis dari Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan bahwa ia akan berlaku adil
terhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
4) Izin untuk beristeri lebih dari seorang
tidak diberikan oleh Pejabat apabila:
a) bertentangan dengan ajaran/peraturan agama
yang dianut Pegawai Negeri Sipil yang bersangkutan;
b) tidak memenuhi syarat alternatif
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dan ketiga syarat kumulatif dalam ayat (3);
c) bertentangan dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku;
d) alasan yang dikemukakan bertentangan
dengan akal sehat; dan/atau
e) ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan
tugas kedinasan.
Pasal 11
1)
Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 4 ayat (3). Hanya dapat diberikan oleh Pejabat apabila :
a)
ada persetujuan tertulis dari isteri bakal suami ;
b)
bakal suami mempunyai penghasilan yang cukup untuk membiayai lebih dari seorang isteri dan
anak-anaknya yang dibuktikan dengan surat keterangan pajak penghasilan; dan
c)
ada jaminan tertulis dari bakal suami bahwa ia akan
berlaku adilterhadap isteri-isteri dan anak-anaknya.
2) Izin bagi Pegawai Negeri Sipil wanita
untuk menjadi isteri kedua/ketiga/keempat, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
ayat (3), tidak diberikan oleh Pejabat apabila :
a)
bertentangan dengan ajaran/perraturan agama yang
dianut oleh Pegawai Negeri Sipil wanita yang
bersangktuan atau bakal suaminya;
b)
tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1);
c)
bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku; dan/atau
d) ada kemungkinan mengganggu pelaksanaan
tugas kedinasan.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
·
Tata cara
menurut golongn agamam maka sesuai dengan penggolongan agama yang ada, maka
tatacara permohonan izin kawin menurut agama isalam adalah
1. Surat
permohonan izin kawin diajukan kepada pejabat yag berwenang melalui saluran
hierachie setelah dihubungi pendapat/pengesahan dari pejabat Agama di
lingkungan POLRI dengan disertai lampiran-lampiran
·
Dengan Tetap Mengacu kepada UU. No. 1 Tahun 1974/PP. No.9 Tahun
1975, INPRES No. 1 Tahun 1991 (KHI. Tahun 1991), HIR., PP.No. 10 Tahun 1983/PP
No, 45 Tahun 1990 dan Ketentuan-Ketentuan Khusus Perkawinan dan Perceraian Bagi
Anggota TNI/POLRI;
·
Menyimpang dari
ketentuan tersebut ayat a pasal ini seorang suami hanya dapat dipertimbangkan
untuk diizinkan mempunyai isteri lebih dari seorang apabila hal itu tidak
bertentangan dengan ketentuan agama yang dianutnya dan dalam hal isteri tidak
dapat melahirka keturunan,dengan surat keterangan dokter
DAFTAR PUSTAKA
Undang-undang Pokok Perkawinan. 2007. Redaksi Sinar Grafika. Jakarta
Sudarsono. Hukum Perkawinan Nasional.
1994. PT rineka cipta . jakarta
Niken Puspita Sari dalam tesisnya Praktek
Permohonan Pengesahan Perkawinan Setelah Berlakunya Undang Undang Nomor 1 tahun
1974 tentang Perkawinan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar