Selasa, 08 Januari 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Allah memerintahkan agar berdoa
dengan nama-nama Allah dalam Asma’ul Husna. Setiap suatu kepentingan
dianjurkannya dengan menyebutkan nama Tuhan yang ada hubungannya dengan
kepentingan itu.
Berdoa dan berharap adalah salah
satu upaya manusia untuk mencapai sukses terhadap cita- cita atau kehendak dan
sekaligus adalah hak manusia yang diberikan oleh Allah Swt. Betapa beruntungnya
umat islam yang telah mendapatkan ajaran tentang berdoa, cara dan tertib doa.,
sikap kejiwaan dalam berdoa, dan lain- lain. Bagi seorang Mukmin/Muslim,
berhasil doanya atau tidak, adalah tetap bernilai ibadah yang pasti mendapatkan
pahala dari sisi Allah Swt. Jadi jelasnya bahwa berdoa dengan nama Tuhan yang
ada pada Asma’ul Husna adalah salah satu kunci keberhasilan dari doa yang di
sampaikan kepada Allah swt.
Selain dari Asma’ul Husna, ada pula
yang dinamaka “ISMUL ‘AZHAM” (Nama Allah yang teragung), yang oleh
Rasulullah dijelaskan, siapa saja yang berdoa dengan itu, doanya diperkenankan
oleh Allah swt. Ada beberapa pendapat Ulama tentang Ismul ‘Azham dimaksud:
a.
Ismaul ‘Azham adalah suatu nama yang diberikan Allah kepada seseorang
diantaranya kepada orang lain. Hal itu adalah suatu rahasia yang tersembunyi
antara lain. Hal itu adalah suatu rahasia yang tersembunyi antara seorang hamba
dengan Allah swt.
b.
Ismul ‘Azham itu bukan hanya satu, tetapi untuk setiap orang yang telah
diberikannyaNya adalah berbeda-beda, dan untuk setiap orang yang mendapat itu
adalah dengan pribadinya sendiri.
c.
Ismul ‘Azham tidak berupa suatu nama yang bisa diucapkan dengan lisan atau
tulisan, tetapi adalah hakikat dari suatu nama Allah, yang ada pada hamba tanpa
disadarinya. (misalnya seseorang yang memiliki sifat/watak KASIH/SAYANG dan
berwujud dalam sikap dan tingkah lakunya sehari-hari, lalu pada suatu saat dia
memohon kepada Allah dengan menyebutkan “Ya Allah/Ya Rahman/Ya Rahim… kemudian
doanya pun diperkenankan oleh Allah swt.
BAB II
PEMBAHASAN
Artinya :
“Hanya milik Allah asmaa-ul husna, Maka bermohonlah kepada-Nya dengan
menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari
kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya. nanti mereka akan mendapat balasan
terhadap apa yang Telah mereka kerjakan”. (QS. Al-‘Araf: 180).
A. Pengertian Asmaul Husna
Kata (الأسماء) al-asma adalah
bentuk jamak dari kata (الإسم) al-ism yang
biasa diterjemahkan dengan nama. Ia berakar dari kata (السمو) as-sumuw yang
berarti ketinggian, atau (السمة) as-simah yang
berarti tanda. Memang nama merupakan tanda bagi sesuatu, sekaligus harus
dijunjung tinggi.
Apakah nama sama dengan yang dinamai atau tidak, di
sini diuraikan perbedaan pendapat ulama yang berkepanjangan, melelahkan dan
menyita energy itu. Namun yang jelas bahwa Allah memiliki apa yang dinamai-Nya
sendiri dengan al-asma dan bahwa al-asma itu bersifat husna.
Kata (الحسن) al-husna adalah
bentuk muannast/feminim dari kata (احسن) ahsan
yang berarti terbaik. Penyifatan nama-nama Allah dengan kata yang
berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama Allah dengan kata yang
berbentuk superlative ini, menunjukkan bahwa nama-nama tersebut bukan saja,
tetapi juga yang terbaik dibandingkan dengan yang lainnya, yang dapat
disandang-Nya atau baik hanya untuk selain-Nya saja, tapi tidak baik untuk-Nya.
Sifat Pengasih – misalnya – adalah baik. Ia dapat disandang oleh
makhluk/manusia, tetapi karena asma al-husna (nama-nama yang terbaik) hanya
milik Allah, maka pastilah sifat kasih-Nya melebihi sifat kasih makhluk, baik
dalam kapasitas kasih maupun substansinya. Di sisi lain sifat pemberani,
merupakan sifat yang baik disandang oleh manusia, namun sifat ini tidak wajar
disandang Allah, karena keberanian mengandung kaitan dalam substansinya dengan
jasmani dan mental, sehingga tidak mungkin disandangkan kepada-Nya. Ini berbda
dengan sifat kasih, pemurah, adil dan sebagainya. Contoh lain adalah anak cucu.
Kesempurnaan manusia adalah jika ia memiliki keturunan, tetapi sifat
kesempurnaan manusia ini, tidak mungkin pula disandang-Nya karena ini
mengakibatkan adanya unsur kesamaan Tuhan dengan yang lain, di samping
menunnjukkan kebutuhan, sedang hal tersebut mustahil bagi-Nya.
B. Bukti Kebenaran Sifat Allah
Kita sebagai umat muslim sudah sepatutnya tahu dan
faham akan nama-nama Allah ‘Azza wa Jalla yang berjumlah 99 yang terlampir
dalam Asma’ u al-Husna. Dan nama-nama Allah ‘Azza wa Jallah tersebut
bukan hanya sekedar pengertian atau wacana agama Islam itu sendiri melainkan
itu memang gambaran dari sifat-sifat Allah ‘Azza wa Jalla yang sangat amat
sempurna dan terbukti kebenarannya sampai-sampai para ulama mengatakan bahwa
dengan Asma’ u al-Husna saja tidak cukup untuk menggambarkan Keagungan dan
Kesempurnaan Allah ‘Azza wa Jalla sebagai pencipta alam semesta ini begitu pula
alam Akhirat yang tidak diragukan lagi keberadaannya kecuali oleh orang-orang
yang tidak berakal.
Adapun di sini akan dijelaskan mengenai 5 bukti
dari sekian banyak bukti dari nama Allah ‘Azza wa Jalla, yaitu Al-‘Adlu (Maha
Adil). Dan bukti-bukti tersebut juga menguatkan akan kebenaran agama Islam
sebagai agama Rahmatan li al-‘Alamin yang dibawa oleh nabi yang
bergelar al-Amin. Dan 5 bukti tersebut adalah :
(Pertama). Adalah dalam hal niat yang merupakan penentu dari arah
amalan-amalan yang kita perbuat karena niat tersebut berfungsi sebagai lentera
atau cahaya yang akan menuntun dan menerangi perjalanan seorang hamba dalam
bertemu Allah ‘Azza wa Jalla. Jika lentera tersebut memancar dengan terang,
maka menjadi teranglah perjalanannya dalam bertemu Allah ‘Azza wa Jalla.
Sebaliknya, jika cahaya lentera tersebut redup, maka menjadi redup pulalah
jalan yang akan dilalui oleh seorang hamba untuk bisa bertemu dengan Allah
Jalla Yang Maha Pencipta dan Maha Mengadakan lagi Maha Pembentuk. Sebagaimana
disebutkan dalam hadist Rasulullah saw : “Sesungguhnya setiap amalan
hanyalah tergantung dengan niat-niatnya dan setiap orang hanya akan mendapatkan
apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan RasulNya
maka hijrahnya kepada Allah dan RasulNya dan barangsiapa yang hijrahnya karena
dunia yang hendak dia raih atau karena wanita yang hendak dia nikahi maka
hijrahnya kepada apa yang dia hijrah kepadanya”. (HR. Bukhary-Muslim dari
‘Umar bin Khoththob radhiallahu ‘anhu).
(Kedua). Adalah dalam hal perbuatan yang tentunya tidak terlepas dari
catatan Allah ‘Azza wa Jalla lewat dua malaikat-Nya (Rakib – ‘Atid) yang
senantiasa menemani kita di setiap langkah kita, apapun dan bagaimanapun
bentuknya. Lalu dari segi manakah kiranya bukti akan sifat Allah ‘Azza wa Jalla
yang Maha Adil ? Coba kita perhatikan dengan seksama firman Allah ‘Azza wa
Jalla dan hadist Rasulullah berikut ini :“Barang siapa berbuat kebaikan mendapat
sepuluh kali lipat amalnya.. Dan barang siapa berbuat kejahatan dibalas
seimbang dengan kejahatannya. Mereka sedikit pun tidak dirugikan (dizalimi).
(al-An’am: 160).
(Ketiga). Adalah dalam hal keutamaan kaum hawa dalam berbakti kepada
suaminya yang merupakan kewajiban sebagai seorang istri, sebagaimana sabda
Rasulullah saw :“perkara yang pertama kali ditanyakan kepada seorang wanita
pada hari kiamat nanti, adalah mengenai sholat lima waktu dan ketaatannya
terhadap suami.” (HR.Ibnu Hibbab dari Abu Hurairah)
Jadi berikut adalah bentuk keadilan Allah terhadap
kaum wanita yang mungkin tidak dapat melakukan sebagian pekerjaan mulia yang
dapat dikerjakan oleh kaum lelaki, tetapi dengan wujud keadilah Allah Yang Maha
Adil kaum wanita memiliki porsi pahala yang sama besarnya dengan kaum lelaki
meskipun dengan amalan-amalan yang berbeda seperti amalan-amalan yang telah
Rasulullah saw wasiatkan kepada putrinya Fathimah az-Zahra dan seluruh kaum
wanita diwaktu itu dan sesudahnya. Bukti lain adalah ketika para mujahid berjihad
melawan musuh dan gugur, maka dia mati syahid. Begitu pula dengan perempuan
yang berjihad melahirkan anaknya yang rasanya seperti antara hidup dan mati
kemudian dia meninggal seketika itu atau setelah ia melahirkan makan dia bisa
dikatakan mati syahid tanpa harus terjun ke medan perang. Wallahu A’lam.
(Keempat). Adalah dalam hal warisan yang memberikan porsi lebih banyak
kepada lelaki daripada perempuan yaitu bagian laki-laki dua kali bagian
perempuan sebagaiman firman Allah SWT: “Allah mensyari’atkan bagimu tentang
(pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama
dengan bagian dua orang anak perempua…..”(an-Nisa’ : 11).
Bukti akan kebenaran sifat Allah SWT Yang Maha Adil di
sini adalah bahwasanya Allah SWT melebihkan bagian lelaki atas wanita dalam hal
warisan, karena kenyataannya lelakilah yang oleh syari’at dibebankan tanggung
jawab untuk memberi nafkah keluarga dan membebaskan perempuan dari kewajiban
tersebut meskipun perempuan boleh saja ikut mencari nafkah. Para laki-laki juga
diwajibkan oleh ajaran Islam untuk mengeluarkan mas kawin untuk diberikan
kepada istrinya sebagai cerminan cinta kasih sayangnya ketika keduanya menikah,
sedangkan perempuan tidak dibebani apa-apa.
(Kelima). Selanjutnya adalah mengenai keutamaan bulan Ramadhan.
Bulan, dimana Al-Qur`an diturunkan, bulan yang penuh berkah dengan pelipat
gandaan pahala sebuah amalan, bulan yang penuh pengampunan. Bulan, dimana pintu
surga dibuka lebar-lebar dan pintu neraka ditutup rapat-rapat, dan bulan di
mana para syaitan dibelenggu dari menggoda manusia. Sebagaimana sabda
Rasulullah saw : “Jika Bulan Ramadhan telah tiba, maka (pintu) surga dibuka
lebar-lebar, (pintu) neraka ditutup rapat-rapat, dan para syetan dibelenggu.”(
HR. Muslim )
Dan bukti yang menunjukkan Allah Maha Adil di sini
adalah mengenai pelipat gandaan pahala sebuah amalan terutama pada malam Lailatul
Qadar, yaitu satu malam kemuliaan yang lebih baik daripada seribu bulan,
sebagaimana yang terlampira dalam al-Qur’an: “ Sesungguhnya kami Telah menurunkannya
(Al Quran) pada malam kemuliaan.# Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan
itu?# Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.# Pada malam itu
turun malaikat-malaikat dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur
segala urusan.# Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar.
(al-Qadr : 1-5)
Demikianlah 5 bukti dari sekian banyak bukti-bukti
kebenaran sifat Allah Al-‘Adlu yang dapat kami sampaikan kepada para pembaca
yang insyaallah dirahmati Allah. Dan saya minta maaf apabila ada
prakata-prakata yang kurang berkenan di hati pembaca sekalian dan terima kasih
bagi saudara-saudari yang sudi kiranya berkunjung di blog ini. Semoga
bermanfaat bagi kita semua ….Amin
C. Upaya Meneladani Sifat Allah
a. AL Basith Al Baasith
(Yang Maha Melapangkan makhluknya).
Meneladani Al-basith bearti kita harus melapangkan hati sendiri dengan cara
mendekatkan diri dan taat kepada allah, ketika kita ingat dan taat kepada allah
maka senantiasa hati kita akan tentram. (Qs Ar-Ra’d 13.28). selain
itu kita juga harus melapangkan hati orang lain, terutama orang yg kita cintai,
dengan cara membahagiakannya, sebagaimana contoh, apabila saudara kita
membutuhkan bantuan maka bantulah semampu kita. Dan bagaimana bantuan yg kita
berikan membuatnya menjadi senang. Al ankabut 29.62.
b. Al-W aarist
(yang maha mewarisi)
Yang meneladani sifat ini hendaknya bila memiliki kemampuan agar
menyumbangkan warisanya kepada keluarga yang lebih membutuhkan. Kalau ini tidak
dapat dilakukanya, maka janganlah warisan menjadikan keluarga berantakkan, dan
lebih lagi jangan memakan harta waris yang bukan haknya. Ini merupakan salah
satu yang dikecam Allah secara tegas (Qs. Al-Fajr:19). Setelah itu dia
dituntut agar menghiasi diri dengan sifat-sifat yang dirinci-Nya ketika
menjelaskan siapa dari makhluk-Nya yang wajar menjadi ahli warist syurga (Qs.
Al-Mu’minun:1-11)
c. Al-Muizz (yang
maha memulyakan mahluk-Nya)
Kita Sadar bahwa kemulyaan itu milik allah, karnanya jika kita menginginkan
kemulyaan, maka untuk meneladani-Nya kita harus taat dan patuh kepadanya,
niscaya allah akan menganugrahkan kemulyaan kepada kita. Selain itu kita
juga harus memulyakan orang tua kita karna mereka adalah orang yg paling
berjasa dalam hidup kita, memulyakannya dengan berbakti pada kedua orang tua,
tidak sesekali menyakitinya apalagi durhaka padanya. Dan janganlah engkau
terlena oleh masa-masa kesenangan dan kelapangan ketika semua itu terjadi
dengan melupakan Allah didalam kesenangan dan kebahagiaanmu, dengan menjadi
sombong karena mengira bahwa dirimu lah penyebab keberhasilan dan keamananmu.
Maka Pada saat itu kita harus ingat kepada sahabat iman yang lain, yaitu
bersyukur (syukr), karena Allah menyukai orang-orang yang bersyukur.
d. AL-Hafizh ( yang maha
memelihara)
Untuk meneladaninya kita harus besyukur kepedaAllah SWT yang telah
memberikan beribu-ribu kenikmatan kepada kiata, termasuk di antaranya ia
menciptakan hutan juga unuk kepentingan kita, untuk itu kita harus
memeliharanya dengan baik dan peduli dengan lingukan, semua yang diciptakan
Allah mempunyai kemanfaatan, karena itu kita harus memeliharanya dengan baik.
e.
Al-Walii (yang maha melindungi)
Untuk meneladani sifat ini dapat dilakukan dengan tidak melindungi dan
membela orang-orang yang salah. Selalu memohon perlindungan dari godaan
setan, berani mengatakan tidak untuk mengatakan hal-hal yang tidak baik
meskipun menyakitkan diri sendiri maupun orang lain.
f. An-Nafii`
(Yang Maha Memberi Manfaat).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara menggunakan waktu kita dengan
efektif, dan tidak menyia-nyiakannya, jika ita memanfaatkan waktu dengan sebaik
mungkin maka hidup kita akan bermanfaat pula, selain kita menjadi orang yang
disiplin, banyak pula orang yang membutuhkan karna kita di pandang sebagai
orang yang giat bekerja. Karna sebaik-baiknya manusia adalah bermanfaat bagi
yang lainnya. Namun di dalam kesibukan, janganlah sampai melupakan-Nya dan
selalu mendekatkan diri kepada-Nya.
g. Al Muqsith (Yang Maha
Seimbang).
Sifat ini dapat di teladani dengan tidak membeda-bedakan saudara-saudara
kita yang miskin dan yang kaya, yang baik dan yang buruk, kita harus
menghormati dan menghargai mereka karna kita sama-sama sebagai mahluk Allah
yang tidak mungkin bisa hidup sendiri tanpa seseorang yang lain.
h. Al
Waduud (Yang Maha
Mengasihi).
Sifat ini dapat di teladani dengan cara membagikan rizqi yang kita peroleh
kepada orang-orang yang lebih membutuhkannya, seperti mengasihi anak yatim dan
menyantuni fakir miskin. Sebagai wujud rasa bersyukur kita kepada Allah yang
telah memberikan rizqi yang cukup, sehingga kita dapat berbagi dengan yang
lain.
i. Ar
Raafi` (Yang Maha Meninggikan makhluknya).
Meneladani sifat Ar-Raafi’ juga dapat di lakukan dengan cara kita membantu
memecahkan suatu permasalahan teman yang sedang membutuhkan bantuan kita, agar
ia tidak merasa terpuruk, dan sedikit meringankan bebannya, seperti yang sudah
di singgung dalam keterangan di atas bahwa manusia tak bisa hidup seniri tanpa
orang tang lainnya.
j. Al
Afuww (Yang Maha Mengampuni segala kesalahan).
Untuk meneladani sifat ini dapat di lakukan dengan cara memaafkan kselahan
kecil maupun kesalahan besar yang di buat oleh seseorang terhadap diri kita,
meskipun kadang enggan untuk memaafkannya karena kesalahan yang ia
perbuat pada kita terlalu buruk tapi tidak ada salahnya jika kita belajar
sedikit demi sedikit untuk melupakan kesalahannya dan memikirkan hal-hal
yang positif, maka lambat laun kita akan terbiasa dengan sifat yang
mudah mema
a. Al- Muqsid
Allah Maha Mengadili untuk menyebarkan keadilan dan
kejujuran. Semua telah diciptakan oleh ALlah secara seimbang, ketidak
seimbangan sedikit saja akan menjadi bencana bagi manusia dan ciptaan NYA. Allah
memberikan kekuatan yang lebih pada sebagian ciptaannya dan kelemahan tertentu
serta memberi kekayaan dan kemiskinan kepada sebagian orang dan sebagian yang
lainnya, karena keadilannya.
Allah memperlakukan hamba hamba seadil adilnya tidak
ada satu perbuatan yang luput dari perhatian NYA. Semua mendapat ganjaran, baik
itu kekeliruan, kesalahan, kezaliman maupun kebaikan.Allah memberikan ganjaran
kepada yang zalim dan memberikan ganjaran dari yang di zalimi dengan sebaik
baiknya ganjaran, namun dalam melakukan hal itu ALlah memberikan ganjaran
sebaik baiknya kepada keduanya, hanya Allah yang Maha Adil yang menjadikan
keduanya mendapat ganjaran terbaik. Seperti cerita di bawah ini :
b. Al- Waris
Al Warits mempunyai arti bahwa Allah, adalah
Dzat yang kekal sesudah segala yang maujud musnah. Dalam arti lain, Dialah yang
mewarisi segala sesuatu sesudah semua penghuninya musnah. Atau, Dialah yang
kembali kepada-Nya semua milik dan kerajaan ketika sudah tidak ada lagi
tuntutan kerajaan bagi siapa pun.
Firman Allah:
Sesungguhnya Kami mewarisi bumi dan
semua orang yang ada di atasnya … (QS Maryam: 40)
Perhatikanlah, tatkala sangkakala ditiup dan semua
makhluk sudah musnah, Allah berfirman: Milik siapakah kerajaan pada
hari ini? Ketika tidak ada jawaban, Dia sendiri menjawab: Milik Allah yang
Mahaesa lagi Maha Mengalahkan!
Orang-orang yang memandang dengan mata hati senantiasa
menyaksikan makna ayat ini dan mendengarkannya. Mereka yakin bahwa kerajaan itu
hanya milik Allah sendiri, pada setiap hari, setiap saat, dan setiap detik,
karena itulah Dia azali dan abadi. Hal ini dapat dicapai oleh mereka yang
memahami hakikat tauhid, dan mengetahui bahwa yang tunggal perbuatannya di
langit dan di bumi hanya satu.
Berakhlak dengan ism ini mengharuskan Anda
menjadi warits dari apa yang telah dilakukan oleh orang-orang
saleh, sebab ulama itu adalah pewaris para nabi.
c. Al- Nafi’
Allah adalah Pencipta Kebaikan. Allah telah
menciptakan manusia sebagai makhluk-Nya yang paling baik dan telah memberikan
kepada kita karunia yang membuat kita unik dan unggul di antara seluruh makhluk
yang lain. Karunia tertinggi yang diberikan-Nya kepada manusia adalah akal,
hati nurani, dan iman. Itu semua adalah sarana yang diajarkan-Nya kepada kita
untuk membedakan dan memilih apa yang terbaik bagi diri kita sendiri. Manusia
juga unik karena memiliki kehendak satu-satunya di dalam alam semesta, selain
Allah. Kehendak kita yang kecil hanya dapat dikalahkan oleh kehendak Allah yang
lebih besar. Keterbatasan ini mengandung arti bahwa kita tidaklah bebas dan
dibiarkan dengan kehendak kita sendiri.
Allah telah memberikan kita kebebasan hanya agar kita dapat memutuskan apakah kita akan tunduk kepada kehendak Allah, memerintah atas nama-Nya, menjadi makhluk terbaik, dan memiliki yang terbaik diantara makhluk, ataukah kita akan durhaka, menyebabkan kejatuhan diri kita sendiri, dan ditolak dari rahmat Allah, seperti halnya iblis. Kemampuan kita untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan bukanlah ujian bagi Allah untuk menyaksikan bagaimana hamba-Nya akan bersikap. Allah telah menciptakan takdir kita sebelum Dia menciptakan kita, oleh karena itu Dia sudah mengetahui apa yang akan kita kerjakan. Hanya orang yang beriman kepada takdir yang akan dilindungi darinya!
Allah telah memberikan kita kebebasan hanya agar kita dapat memutuskan apakah kita akan tunduk kepada kehendak Allah, memerintah atas nama-Nya, menjadi makhluk terbaik, dan memiliki yang terbaik diantara makhluk, ataukah kita akan durhaka, menyebabkan kejatuhan diri kita sendiri, dan ditolak dari rahmat Allah, seperti halnya iblis. Kemampuan kita untuk memilih antara kebaikan dan kejahatan bukanlah ujian bagi Allah untuk menyaksikan bagaimana hamba-Nya akan bersikap. Allah telah menciptakan takdir kita sebelum Dia menciptakan kita, oleh karena itu Dia sudah mengetahui apa yang akan kita kerjakan. Hanya orang yang beriman kepada takdir yang akan dilindungi darinya!
Kasih sayang Allah terus-menerus diberikan kepada
kita, seperti kebaikan yang telah diciptakan-Nya. Kehendak kita tidak dapat
membawa apa pun yang menjadi hak orang lain kepada kita, atau mencegah apa pun
nasib yang sampai kepada kita. Kita juga tidak dapat memilih apa yang lebih
kita sukai, karena seringkali apa yang kita pilih tergelincir dari tangan kita,
sedangkan apa yang tidak pernah kita inginkan malah mengejar-ngejar kita. Dan
sekalipun kita memiliki apa yang kita pilih, ia pasti akan datang kepada kita.
Jika kita melihat kepada alam semesta, apa yang kita
saksikan adalah kehendak Allah, apa yang tampaknya kita pilih adalah kehendak
Allah. Kehendak kita yang kecil hanya berisi kemampuan kita membuka mata kita
untuk menerima semua kebaikan yang dikehendaki Allah kepada kita, atau untuk menutup
mata kita dan tidak menerima apa-apa. Seakan-akan kekayaan Allah itu
terus-menerus turun laksana air hujan. Kita haruslah ada untuk menerimanya.
Kalau kita tidak berada, maka ia akan hilang dengan percuma. Agar ada, kita
harus membuka mata, pikiran, hati, dan tangan kita. Kita harus sadar dan
terjaga. Itulah cara kita melihat dan menerima kebaikan yang telah diciptakan
Allah.
d. Al- Hafiz
Al Hafidz adalah memelihara segala sesuatu dari
kemusnahan dan kerusakan, dan memelihara amal perbuatan hamba-hamba-Nya sampai
akhirnya diberi ganjaran dengan karunia dan anugerah-Nya. Dalam arti lain Al
Hafidz ialah Dzat yang memelihara makhluk dari semua bencana di dunia dan
akhirat.
Mahmud Samiy juga berkata,” Dikatakan pula bahwa makna Al Hafidh adalah Yang Maha Memelihara.”
Mahmud Samiy juga berkata,” Dikatakan pula bahwa makna Al Hafidh adalah Yang Maha Memelihara.”
e. Al- Waliyy
Maha Melindungi
"Allah Pelindung orang-orang yang beriman..."
(Q.S. Al-Baqarah[2]:257)
Allah SWT selalu melindungi setiap hamba-Nya, terutama
yang beriman dan berdoa kepada-Nya. Oleh karena itu, Allah SWT mempunyai nama
Al-Waliyy yang berarti Maha Melindungi.
f. Al- Wadud
Al Wadud berasal dari al-wudd, yaitu al-hubb, artinya
“Cinta,” maksudnya adalah cinta kepada kaum mukminin atau dicintai oleh mereka.
Al-Baihaqi berkata: “Al-Wadud bagi orang taat kepada-Nya
artinya Yang Ridha terhadap mereka dan Memuji amal perbuatan mereka.” Atau
seperti makna wudd dalam firman Allah yang artinya:
“Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan beramal
saleh, kelak Allah Yang Maha Pemurah akan menanamkan dalam (hati) mereka rasa
kasih sayang.” (QS. Maryam: 96)
Dikatakan bahwa Al-Wadud itu ialah Dzat yang banyak
berbuat kebaikan kepada orang yang dicintai-Nya dengan perbuatan taat.
g. Ar- Rafi’
Ar-Rafi’ berasal dari kata ra-fa-’a yang artinya
meninggikan, sedang arti Ar-Raafi’ sendiri adalah Yang Maha Tinggi. Allah
adalah wujud yang Maha Tinggi, bahkan Dia adalah setinggi-tinggi wujud dalam
segala sifat keagungan-Nya.
Dalam al-Qur’an bisa dijumpai beberapa ayat yang
menjelaskan tentang ”kesibukan” Tuhan dalam meninggikan derajat nabi dan para
wali (kekasih)-Nya. Di antaranya adalah Nabi Isa as yang telah diwafatkan dan
kemudian ditinggikan derajatnya oleh Allah swt di sisi-Nya, setelah di dunia
dihinakan oleh ummatnya. Allah berfirman:
h. Al- Muiz
Dia memberikan penghargaan kepada siapa pun yang Dia
kehendaki,
maka tidak ada satu untuk menurunkan Dia.
maka tidak ada satu untuk menurunkan Dia.
i. Al- Afuww
Kata Al-Afw berarti memaafkan dosa-dosa dan tidak
membalas orang-orang yang berbuat salah. Satu pendapat menyatakan bahwa
Al-Afuww merupakan kata bentukan dari Araf ar-riih al-atsara, yang
bermakna angin itu menyapu dan menghilangkan bekas.
Seakan-akan orang yang memaafkan dosa itu menghapuskan
dosa itu dengan maafnya.
Makna kata ini juga merujuk pada arti meninggalkan
sesuatu dan memintanya.
Karenanya, Afwu adalah meninggalkan sanksi pada yang bersalah, seperti kita meninggalkan amarah kepada orang yang melakukan kesalahan terhadap kita.
Karenanya, Afwu adalah meninggalkan sanksi pada yang bersalah, seperti kita meninggalkan amarah kepada orang yang melakukan kesalahan terhadap kita.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Allah memiliki 99 nama yang indah atau lebih terkenal
dengan sebutan Al-Asma-ul-Husna. Nama-nama tersebut merupakan cerminan dari
perilaku Allah terhadap Hambanya. Karena itu, jika nama-nama tersebut kita
sebut sebagai suatu permohonan, niscaya akan mempunyai pengaruh yang sangat
besar.
Anjuran untuk berdoa menggunakan Asmaul Husna telah
tercermin dalam firman Allah: “Hanya milik Allah Asma-Ul Husna, maka
berdoalah kepadaNya dengan menyebut Asma-Ul Husna, dan tinggalkan orang-orang
yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-namaNya. Nanti mereka akan
mendapatkan balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Surat
Al-A’rof Ayat 180).
Dalam Sifat Asmaul Husna-Nya Ia telah menujukan
kebesaran-kebesaran yang masuk akal hingga yang tidak masuk akal, semuanya
dapat di kehendaki oleh-Nya karena Allah Maha Kuasa di atas segala-galanya di
jagat raya ini, begitu banyak kemurahan dan nikmat yang di berikan kepada
hamba-Nya tanpa pandang bulu, Semua Ia berikan, karena Allah adalah Dzat yang
Maha Pengasih, Maha Pemurah lagi maha Memelihara.
Oleh karena itu sebagai hamba Allah yang taat dan
patuh senantiasa akan mengamalkan sifat-sifat tersebut dalam kehidupan
sehari-hari, serta meneladaninya sebagai wujud kecintaan kita terhadap Allah
SWT. Wallahua’lam Bissawab.
A. Saran- saran
Demi kesumpurnaan makalah ini,
penulis sangat mengharapkan kritikan dan saran yang bersifat menbangun kearah
kebaikan demi kelancara dan kesumpurnaan penulisan ini.
DAFTAR PUSTAKA
El-Bantanie
Syafii Muhammad, Rahasia keajaiban asmaul husna,2009, Jakarta; PT. Wahyu
Media.
http://www.riwayat.web.id/2009/12/asmaul-husna.html-25/04/2011=22.02
http://blog.chess.com/emde/meneladani-sifat-sifat-tuhan-30/04/2011=12.35
http://www.nuansaislam.com/index.php?option=com_content&view=article&id=504:meneladani-sifat-sifat
tuhan&catid=101:tafsir&Itemid=353, 30/04/2011=13.10
http://maqalah.blogspot.com/2012/02/makalah-asmaul-husna.html
________________________________________________________________________
Asmaul Husna
hanya milik ALLAH SWT. Manusia sebagai makhluk-Nya hanya dapat memahami,
mempelajari, dan meniru kandungan makna dari nama yang baik tsb dalam kehidupan
sehari-hari.
No
|
Nama
|
Arti
|
Antara lain
terdapat dalam |
1
|
ar-Rahmaan
|
Yang Maha
Pemurah
|
Al-Faatihah:
3
|
2
|
ar-Rahiim
|
Yang Maha
Pengasih
|
Al-Faatihah:
3
|
3
|
al-Malik
|
Maha Raja
|
Al-Mu’minuun:
11
|
4
|
al-Qudduus
|
Maha Suci
|
Al-Jumu’ah:
1
|
5
|
as-Salaam
|
Maha
Sejahtera
|
Al-Hasyr:
23
|
6
|
al-Mu’min
|
Yang Maha
Terpercaya
|
Al-Hasyr:
23
|
7
|
al-Muhaimin
|
Yang Maha
Memelihara
|
Al-Hasyr:
23
|
8
|
al-’Aziiz
|
Yang Maha
Perkasa
|
Aali
‘Imran: 62
|
9
|
al-Jabbaar
|
Yang
Kehendaknya Tidak Dapat Diingkari
|
Al-Hasyr:
23
|
10
|
al-Mutakabbir
|
Yang
Memiliki Kebesaran
|
Al-Hasyr:
23
|
11
|
al-Khaaliq
|
Yang Maha
Pencipta
|
Ar-Ra’d:
16
|
12
|
al-Baari’
|
Yang
Mengadakan dari Tiada
|
Al-Hasyr:
24
|
13
|
al-Mushawwir
|
Yang
Membuat Bentuk
|
Al-Hasyr:
24
|
14
|
al-Ghaffaar
|
Yang Maha
Pengampun
|
Al-Baqarah:
235
|
15
|
al-Qahhaar
|
Yang Maha
Perkasa
|
Ar-Ra’d:
16
|
16
|
al-Wahhaab
|
Yang Maha
Pemberi
|
Aali
‘Imran: 8
|
17
|
ar-Razzaq
|
Yang Maha
Pemberi Rezki
|
Adz-Dzaariyaat:
58
|
18
|
al-Fattaah
|
Yang Maha
Membuka (Hati)
|
Sabaa’: 26
|
19
|
al-’Aliim
|
Yang Maha
Mengetahui
|
Al-Baqarah:
29
|
20
|
al-Qaabidh
|
Yang Maha
Pengendali
|
Al-Baqarah:
245
|
21
|
al-Baasith
|
Yang Maha
Melapangkan
|
Ar-Ra’d:
26
|
22
|
al-Khaafidh
|
Yang
Merendahkan
|
Hadits
at-Tirmizi
|
23
|
ar-Raafi’
|
Yang
Meninggikan
|
Al-An’aam:
83
|
24
|
al-Mu’izz
|
Yang Maha
Terhormat
|
Aali
‘Imran: 26
|
25
|
al-Mudzdzill
|
Yang Maha
Menghinakan
|
Aali ‘Imran:
26
|
26
|
as-Samii’
|
Yang Maha
Mendengar
|
Al-Israa’:
1
|
27
|
al-Bashiir
|
Yang Maha
Melihat
|
Al-Hadiid:
4
|
28
|
al-Hakam
|
Yang
Memutuskan Hukum
|
Al-Mu’min:
48
|
29
|
al-’Adl
|
Yang Maha
Adil
|
Al-An’aam:
115
|
30
|
al-Lathiif
|
Yang Maha
Lembut
|
Al-Mulk:
14
|
31
|
al-Khabiir
|
Yang Maha
Mengetahui
|
Al-An’aam:
18
|
32
|
al-Haliim
|
Yang Maha
Penyantun
|
Al-Baqarah:
235
|
33
|
al-’Azhiim
|
Yang Maha
Agung
|
Asy-Syuura:
4
|
34
|
al-Ghafuur
|
Yang Maha
Pengampun
|
Aali
‘Imran: 89
|
35
|
asy-Syakuur
|
Yang
Menerima Syukur
|
Faathir:
30
|
36
|
al-’Aliyy
|
Yang Maha Tinggi
|
An-Nisaa’:
34
|
37
|
al-Kabiir
|
Yang Maha
Besar
|
Ar-Ra’d: 9
|
38
|
al-Hafiizh
|
Yang Maha
Penjaga
|
Huud: 57
|
39
|
al-Muqiit
|
Yang Maha
Pemelihara
|
An-Nisaa’:
85
|
40
|
al-Hasiib
|
Yang Maha
Pembuat Perhitungan
|
An-Nisaa’:
6
|
41
|
al-Jaliil
|
Yang Maha
Luhur
|
Ar-Rahmaan:
27
|
42
|
al-Kariim
|
Yang Maha
Mulia
|
An-Naml:
40
|
43
|
ar-Raqiib
|
Yang Maha
Mengawasi
|
Al-Ahzaab:
52
|
44
|
al-Mujiib
|
Yang Maha
Mengabulkan
|
Huud: 61
|
45
|
al-Waasi’
|
Yang Maha
Luas
|
Al-Baqarah:
268
|
46
|
al-Hakiim
|
Yang Maha
Bijaksana
|
Al-An’aam:
18
|
47
|
al-Waduud
|
Yang Maha Mengasihi
|
Al-Buruuj:
14
|
48
|
al-Majiid
|
Yang Maha
Mulia
|
Al-Buruuj:
15
|
49
|
al-Baa’its
|
Yang
Membangkitkan
|
Yaasiin:
52
|
50
|
asy-Syahiid
|
Yang Maha
Menyaksikan
|
Al-Maaidah:
117
|
51
|
al-Haqq
|
Yang Maha
Benar
|
Thaahaa:
114
|
52
|
al-Wakiil
|
Yang Maha
Pemelihara
|
Al-An’aam:
102
|
53
|
al-Qawiyy
|
Yang Maha
Kuat
|
Al-Anfaal:
52
|
54
|
al-Matiin
|
Yang Maha
Kokoh
|
Adz-Dzaariyaat:
58
|
55
|
al-Waliyy
|
Yang Maha
Melindungi
|
An-Nisaa’:
45
|
56
|
al-Hamiid
|
Yang Maha
Terpuji
|
An-Nisaa’:
131
|
57
|
al-Muhshi
|
Yang Maha
Menghitung
|
Maryam: 94
|
58
|
al-Mubdi’
|
Yang Maha
Memulai
|
Al-Buruuj:
13
|
59
|
al-Mu’id
|
Yang Maha
Mengembalikan
|
Ar-Ruum:
27
|
60
|
al-Muhyi
|
Yang Maha
Menghidupkan
|
Ar-Ruum:
50
|
61
|
al-Mumiit
|
Yang Maha
Mematikan
|
Al-Mu’min:
68
|
62
|
al-Hayy
|
Yang Maha
Hidup
|
Thaahaa:
111
|
63
|
al-Qayyuum
|
Yang Maha
Mandiri
|
Thaahaa: 11
|
64
|
al-Waajid
|
Yang Maha
Menemukan
|
Adh-Dhuhaa:
6-8
|
65
|
al-Maajid
|
Yang Maha
Mulia
|
Huud: 73
|
66
|
al-Waahid
|
Yang Maha
Tunggal
|
Al-Baqarah:
133
|
67
|
al-Ahad
|
Yang Maha
Esa
|
Al-Ikhlaas:
1
|
68
|
ash-Shamad
|
Yang Maha
Dibutuhkan
|
Al-Ikhlaas:
2
|
69
|
al-Qaadir
|
Yang Maha Kuat
|
Al-Baqarah:
20
|
70
|
al-Muqtadir
|
Yang Maha
Berkuasa
|
Al-Qamar:
42
|
71
|
al-Muqqadim
|
Yang Maha
Mendahulukan
|
Qaaf: 28
|
72
|
al-Mu’akhkhir
|
Yang Maha
Mengakhirkan
|
Ibraahiim:
42
|
73
|
al-Awwal
|
Yang Maha
Permulaan
|
Al-Hadiid:
3
|
74
|
al-Aakhir
|
Yang Maha
Akhir
|
Al-Hadiid:
3
|
75
|
azh-Zhaahir
|
Yang Maha
Nyata
|
Al-Hadiid:
3
|
76
|
al-Baathin
|
Yang Maha
Gaib
|
Al-Hadiid:
3
|
77
|
al-Waalii
|
Yang Maha
Memerintah
|
Ar-Ra’d:
11
|
78
|
al-Muta’aalii
|
Yang Maha
Tinggi
|
Ar-Ra’d: 9
|
79
|
al-Barr
|
Yang Maha
Dermawan
|
Ath-Thuur:
28
|
80
|
at-Tawwaab
|
Yang Maha
Penerima Taubat
|
An-Nisaa’:
16
|
81
|
al-Muntaqim
|
Yang Maha
Penyiksa
|
As-Sajdah:
22
|
82
|
al-’Afuww
|
Yang Maha
Pemaaf
|
An-Nisaa’:
99
|
83
|
ar-Ra’uuf
|
Yang Maha
Pengasih
|
Al-Baqarah:
207
|
84
|
Maalik
al-Mulk
|
Yang
Mempunyai Kerajaan
|
Aali
‘Imran: 26
|
85
|
Zuljalaal wa
al-’Ikraam
|
Yang Maha
Memiliki Kebesaran serta Kemuliaan
|
Ar-Rahmaan:
27
|
86
|
al-Muqsith
|
Yang Maha
Adil
|
An-Nuur:
47
|
87
|
al-Jaami’
|
Yang Maha
Pengumpul
|
Sabaa’: 26
|
88
|
al-Ghaniyy
|
Yang Maha
Kaya
|
Al-Baqarah:
267
|
89
|
al-Mughnii
|
Yang Maha
Mencukupi
|
An-Najm:
48
|
90
|
al-Maani’
|
Yang Maha
Mencegah
|
Hadits
at-Tirmizi
|
91
|
adh-Dhaarr
|
Yang Maha
Pemberi Derita
|
Al-An’aam:
17
|
92
|
an-Naafi’
|
Yang Maha
Pemberi Manfaat
|
Al-Fath:
11
|
93
|
an-Nuur
|
Yang Maha
Bercahaya
|
An-Nuur:
35
|
94
|
al-Haadii
|
Yang Maha
Pemberi Petunjuk
|
Al-Hajj:
54
|
95
|
al-Badii’
|
Yang Maha
Pencipta
|
Al-Baqarah:
117
|
96
|
al-Baaqii
|
Yang Maha
Kekal
|
Thaahaa:
73
|
97
|
al-Waarits
|
Yang Maha
Mewarisi
|
Al-Hijr:
23
|
98
|
ar-Rasyiid
|
Yang Maha
Pandai
|
Al-Jin: 10
|
99
|
ash-Shabuur
|
Yang Maha
Sabar
|
Hadits
at-Tirmizi
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar