DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................ i
DAFTAR ISI.......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang........................................................................................................ 1
B.
Rumusan Masalah.................................................................................................... 1
C.
Tujuan ..................................................................................................................... 2
D.
Batasan Masalah...................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Pengertian Diskriminasi........................................................................................... 3
B.
Bentuk Diskriminasi yang ada di Masyarakat......................................................... 6
C.
Mengatasi berbagai
bentuk Diskriminasi................................................................. 6
BAB III PENUTUP
KESIMPULAN...................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA............................................................................. 10
BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk (multi-ethnic
society). Kesadaran akan kemajemukan tersebut sebenarnya telah ada sebelum
kemerdekaan, antara lain telah diekspresikan pada saat pernyataan Sumpah
Pemuda. Namun selama ini, perjalanan bernegara menunjukkan bahwa
penyelenggaraan negara terlalu berpihak kepada kesatuan dengan meninggalkan
keberagaman, sesuatu yang secara faktual mencerminkan bangsa Indonesia yang
sesungguhnya. Keberagaman seharusnya dipandang sebagai kekayaan dan modal
pembangunan. Oleh karena itu, kebijakan multikultural seharusnya dikedepankan,
sehingga negara dan masyarakat diharapkan lebih mampu mengelola perbedaan
(termasuk suku, ras, agama dan golongan) sebagai konsekuensi dari keberagaman
secara lebih positif.
Kekurang mampuan
dalam mengelola berbedaan mengakibatkan banyak permasalahan, yang kemudian dipahami
sebagai diskriminasi.
Diskriminasi dalam berbagai bentuk telah merambah
ke berbagai bidang kehidupan bangsa dan dianggap sebagai hal yang biasa dan
wajar serta tidak menganggap bahwa hal tersebut merupakan suatu bentuk
diskriminasi sosial.
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud diskriminasi?
2. Bagaimanakah bentuk diskriminasi yang ada
di masyarakat?
3. Bagaimana cara mengatasi berbagai bentuk
diskriminasi?.
C.
Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian
dari diskriminasi
2.
Untuk mengetahui bentuk diskriminasi
yang ada di masyarakat
3.
Agar mengetahui cara mengatasi
berbagai bentuk diskriminasi
D.
Batasan masalah
Batasan-batasan masalah hanya membahas tentang
1.
Pengertian Diskriminasi
2.
Bentuk diskriminasi yang ada di
masyarakat
3.
Cara mengatasi berbagai bentuk
diskriminasi
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Diskriminasi
Diskriminasi adalah perlakuan yagn sifatnya membeda-bedakan antara sesame warga
Negara karena pengaruh keturunan, suku, warna kulit dan agama. Diskriminasi merupakan bentuk ketidakadilan. Ketidakadilan tersebut
terwujud dalam pembedaan perlakuan hukum terhadap sesama warga negara,
berdasarkan warna kulit, golongan, suku, etnis, agama, jenis kelamin (gender)
dan sebagainya. Diskriminasi dalam praktik dapat terjadi secara eksplisit
ataupun secara terselubung. Peraturan perundang-undangan yang membeda-bedakan
warga negara merupakan bentuk diskriminasi yang terbuka. Namun yang terbanyak
adalah diskriminasi terselubung dalam bentuk pemberlakuan pelaksanaan peraturan
perundang-undangan yang berbeda-beda terhadap warga negara yang pada akhirnya
melahirkan ketidakadilan.
Perlakuan diskriminasi sangat bertentangan
dengan Undang-Undang Dasar 1945 beserta amandemennya. UUD 1945 yang secara
tegas mengutamakan kesetaraan dan keadilan dalam kehidupan bermasyarakat baik
di bidang politik, ekonomi, sosial budaya, hukum dan bidang kemasyarakatan
lainnya. Untuk itu UUD 1945 beserta amendemennya sangat penting untuk menjadi
acuan universal para penyelenggara negara dalam melaksanakan tugas dan
fungsinya.
Penguatan komitmen Pemerintah Indonesia
Penolakan terhadap berbagai bentuk diskriminasi sebagaimana tertuang dalam
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial,
1965 (International Convention on the Elimination of All Forms of Racial
Discrimination, 1965) telah diratifikasi dengan UU Nomor 29 Tahun 1999;
Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap
Perempuan (International Convention on the Elimination of All Form of
Discrimination Against Women) yang telah diratifikasi dan mempunyai konsekuensi
wajib untuk melakukan penyesuaian berbagai peraturan perundang-undangan
nasional yang terkait sejalan dengan Konvensi internasional tersebut.
Kendala pelaksanaan penyesuaian dan
harmonisasi peraturan perundang-undangan nasional. Dalam pelaksanaannya
benturan kepentingan, tumpang tindih pengaturan dan kepentingan sektoral lebih
mendominasi upaya penyesuaian berbagai peraturan perundang-undangan nasional
yang terkait dengan berbagai bentuk diskriminasi, sehingga menghambat upaya
minimalisasi perlakuan diskriminasi terhadap warga negara pada berbagai bidang
kehidupan.
Penegakan hukum dan kepastian hukum dalam
rangka minimalisasi perlakuan diskriminasi. Sampai dengan saat ini hukum
tertulis (peraturan perundang-undangan) merupakan satu-satunya landasan hukum
bagi para penyelenggara negara untuk menjalankan kehidupan bernegara dan
berbangsa. Dari sisi kuantitas, peraturan perundang-undangan yang dihasilkan
setiap tahunnya cukup banyak, namun dari sisi kualitas cukup banyak ditemui
pengaturan yang mengandung perlakuan diskriminasi antara lain yang terkait
dengan pengaturan di bidang kewarganegaraan, keimigrasian, usaha kecil,
kesehatan dan perkawinan.
Peran lembaga peradilan sangat signifikan
untuk meminimalisasi terjadinya perlakuan diskriminasi terhadap setiap warga
negara. Kewibawaan lembaga dan sistem peradilan di Indonesia saat ini menjadi
sorotan masyarakat. Karena keberhasilan pembangunan untuk menciptakan masyarakat
yang sejahtera ditentukan oleh seberapa jauh sistem hukum yang berlaku
ditegakkan dengan konsisten dan adil. Upaya menggerakkan perekonomian,
penciptaan lapangan pekerjaan, maupun penghapusan kemiskinan tidak akan
memperoleh hasil yang memuaskan apabila diskriminasi masih terjadi dan keadilan
masih berpihak kepada siapa kuat, bukan berpihak pada kebenaran.
Sesuai dengan fungsinya setiap penyelenggara
negara harus mempunyai kesadaran dan komitmen bahwa dalam menjalankan
penyelenggaraan negara tidak boleh ada perlakuan diskriminasi pada setiap warga
negaranya sebagaimana tertuang dalam UUD 1945 Pasal 27 ayat (1). Hal ini juga
berarti bahwa di Indonesia tidak boleh ada perlakuan diskriminasi di berbagai
bidang kehidupan. Pelayanan publik sebagai salah satu fungsi utama
penyelenggara negara dalam lingkup Eksekutif harus benar-benar menjunjung
tinggi asas kedudukan yang sama bagi setiap warga negara di hadapan hukum,
menegakkan hukum dengan adil dalam arti tidak ada pembedaan baik dari warna
kulit, golongan, suku, etnis, agama dan jenis kelamin; dan apabila dalam
pelaksanaannya terhadap peraturan perundang-undangan yang bersifat
diskriminatif dan melanggar prinsip keadilan harus berani ditindaklanjuti
dengan langkah menghapus dan/atau melakukan berbagai perubahan.
Pelaksana peraturan perundang-undangan
memegang peranan yang sangat menentukan. Walaupun peraturan perundang-undangan
yang dibuat telah dipersiapkan dengan baik, namun manusia yang berada di
belakang peraturan tersebut sangat menentukan yaitu mereka yang menerapkan dan
menegakkan hukum serta yang memberikan pelayanan hukum. Dalam praktik,
perlakuan diskriminasi dialami oleh warga negara, lembaga/instansi pemerintah,
lembaga swasta/dunia usaha oleh aparat yang melakukan pelayanan publik.
Perlakuan diskriminasi tersebut pada akhirnya berujung pada praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme. Hal tersebut terjadi karena pelaksana hukum (aparat)
cenderung dipandang lebih tinggi dari masyarakat yang membutuhkan pelayanan
publik. Kondisi tersebut sampai saat ini masih terus terjadi karena masih
terdapatnya kesenjangan antara pihak yang memerlukan dengan pihak yang
memberikan pelayanan publik.
Peningkatan Kesadaran akan hak dan kewajiban
hukum masyarakat. Peningkatan kesadaran masyarakat terhadap hak dan kewajiban
hukum tetap mensyaratkan antara lain tingkat pendidikan yang memungkinkan untuk
dapat memahami dan mengerti berbagai permasalahan yang terjadi. Dua pihak
berperan penting yaitu masyarakat dan kualitas aparat yang bertugas melakukan
penyebarluasan hukum dan berbagai peraturan perundang-undangan. Walaupun
tingkat pendidikan sebagian masyarakat masih kurang memadai, namun dengan
kemampuan dan profesionalisme dalam melakukan pendekatan penyuluhan hukum ke
dalam masyarakat, pesan yang disampaikan kepada masyarakat dapat diterima
secara baik dan dapat diterapkan apabila masyarakat menghadapi berbagai
persoalan yang terkait dengan hak dan kewajiban mereka[1].
B.
Bentuk Diskriminasi yang ada di
Masyarakat
bentuk-bentuk diskriminasi ada 2 yaitu :
1.
Diskriminasi kasar—aksi negatif
terhadap objek prasangka rasial, etnis, atau agama—dan kriminalitas berdasarkan kebencian (hate crimes)—kriminalitass yang
berdasar pada prasangka rasial, etnis, dan tipe prasangka lainnya. Contoh:
James Byrd seorang lelaki afro-amerika yang diseret dibelakang truk hingga
meninggal oleh seorang laki-laki berkulit putih dengan prasangka tinggi.
2.
Diskriminasi halus: rasisme
modern (rasial implicit)—rasisme
berusaha menutup-nutupi prasangka di tempat umum, tetapi mengekspresikan
sikap-sikap mengecam ketika hal itu aman dilakukan—dan tokenisme—contoh di mana
individu menunjukkan tingkah laku positif yang menipu terhadap anggota kelompok
out-group kepada siapa mereka merasakan prasangka yang kuat. Kemudian tingkah
laku tokenistic ini digunakan sebagai alasan untuk menolak melakukan aksi yang
lebih menguntungkan terhadap kelompok ini. Contoh: sebuah bank yang
mempekerjakan orang dari etnis tertentu, supaya tidak disangka melakukan
diskriminasi juga mempekerjakan masyarakat pribumi. Namun, masyarakat pribumi
ini nantinya akan dipersulit untuk kenaikan jabatan.
C.
Mengatasi berbagai bentuk
Diskriminasi
Beberapa
ketentuan yang merupakan suatu upaya untuk menghapuskan tindakan diskriminasi,
antara lain sebagai berikut.
a)
Diskriminasi terhadap perempuan
perlu mendapatkan perhatian yang lebih mengingat khusus diskriminasi terhadap
perempuan itu, Indonesia telah meratifikasi CEDAW dengan UU No. 7 Tahun 1984.
Dalam Konvensi itu disebutkan 12 bentuk diskriminasi terhadap perempuan, yaitu
(1) perempuan dan kemiskinan; (2) pendidikan dan pelatihan perempuan; (3)
perempuan dan kesehatan; (4) kekerasan terhadap perempuan; (5) perempuan dan
konflik bersenjata; (6) perempuan dan ekonomi; (7) perempuan dalam kekuasaan
dan pengambilan keputusan; (8) mekanisme kelembagaan untuk kemajuan perempuan;
(9) hak asasi perempuan; (10) perempuan dan media; (11) perempuan dan
lingkungan hidup; dan (12) anak perempuan.
Berbagai upaya yang
telah dilakukan untuk menghapuskan dua belas bentuk diskriminasi tersebut,
antara lain yang menyangkut kekerasan terhadap perempuan dengan ditetapkannya
UU No. 23 Tahun 2004 pada September 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam
Rumah Tangga. Di samping itu, dalam mendukung upaya penghapusan diskriminasi
tersebut, dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2005 akan dibahas
berbagai rancangan undang-undang yang berkaitan dengan penghapusan diskriminasi
terhadap perempuan, antara lain RUU tentang Keimigrasian, RUU tentang
Kesehatan, RUU tentang Pornografi dan Pornoaksi, dan RUU tentang Kitab Undang-Undang
Hukum Pidana.
b)
Masih adanya pembedaan
penggolongan dalam pencatatan sipil, khususnya bagi orang keturunan Cina,
walaupun dalam akta kelahiran telah dicantumkan warga negara Indonesia, masih
diperlukan penegasan kembali dengan surat bukti kewarganegaraan RI (SBKRI).
Walaupun telah ada Keputusan Presiden tentang tidak diperlukannya SBKRI, dalam
praktiknya hal tersebut masih saja terjadi. Keadaan itu pada akhirnya dapat
menimbulkan kerancuan karena perlu adanya pembuktian kewarganegaraan terhadap warga
negara tetapi khususnya suku etnis Cina, yang telah menjadi warga negara
Indonesia, masih perlu surat bukti lain untuk mendukung keberadaannya. Adanya
diskriminasi itu menimbulkan ketidakadilan bagi suku/etnik tersebut karena
mengalami perbedaan.
c)
Dengan diundangkannya UU No. 39
tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri, diharapkan agar aparat atau lembaga yang terkait dengan pelayanan,
penempatan, dan pelindungan bagi tenaga kerja Indonesia (TKI) dapat memberikan
pelindungan dan pemenuhan HAM bagi buruh pekerja migran di luar negeri.
d)
Langkah positif dalam upaya
pelindungan buruh migran adalah telah ditandatanganinya Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding/MoU) antara
Indonesia dan Malaysia. Penandatanganan
itu mempunyai arti penting bagi upaya pelindungan migran Indonesia di Malaysia
mengingat 90 persen buruh migran di Malaysia berasal dari Indonesia.
Dalam
rangka penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok
minoritas, dan masyarakat miskin, perlu ditindaklanjuti, antara lain pembuatan
peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminasi terhadap perempuan,
kelompok rentan, kelompok minoritas serta upaya pemberian pelayanan terutama
kepada masyarakat miskin melalui penguatan dukungan, komitmen, dan keinginan
yang tegas dari semua pihak terkait.
Sangat
penting pula untuk ditindaklanjuti adalah pelaksanaan yang konsisten dan komitmen
dari pimpinan pemerintahan terhadap perundang-undangan yang mendukung upaya
penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok
minoritas, dan masyarakat miskin.
Di
samping itu, untuk menjaga dan melaksanakan komitmen Indonesia sebagai
konsekuensi meratifikasi langkah utama yang perlu ditindaklanjuti adalah
melalui sosialisasi dan peningkatan kesadaran hukum terhadap materi peraturan
perundang-undangan tidak saja kepada masyarakat, tetapi juga kepada aparat
penegak hukum sebagai landasan hukum dan juga persamaan persepsi untuk
menangani berbagai kasus kekerasan terhadap perempuan, kelompok rentan, serta
kelompok minoritas. Diharapkan dengan langkah-langkah tersebut akan tercipta
hubungan yang sinergis antarinstansi penegak hukum, seperti kepolisian,
kejaksaan, dan hakim serta instansi terkait yang lain dan masyarakat luas. Di
samping sangat penting, hal itu juga untuk memperbaiki mekanisme pelayanan
publik kepada masyarakat pada umumnya dan kelompok rentan, kelompok minoritas,
dan masyarakat miskin pada khususnya sehingga upaya segala bentuk diskriminasi
dapat dihapuskan secara bertahap, tetapi pasti.
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Diskriminasi
adalah perlakuan yagn sifatnya membeda-bedakan antara sesame warga Negara
karena pengaruh keturunan, suku, warna kulit dan agama.
bentuk-bentuk diskriminasi ada 2 yaitu :
1. Diskriminasi
kasar—aksi negatif terhadap objek prasangka rasial, etnis, atau agama
2. Diskriminasi
halus: rasisme modern (rasial implicit)—rasisme
berusaha menutup-nutupi prasangka di tempat umum
Dalam
rangka penghapusan diskriminasi terhadap perempuan, kelompok rentan, kelompok
minoritas, dan masyarakat miskin, perlu ditindaklanjuti, antara lain pembuatan
peraturan perundang-undangan yang tidak diskriminasi terhadap perempuan,
kelompok rentan, kelompok minoritas serta upaya pemberian pelayanan terutama
kepada masyarakat miskin melalui penguatan dukungan, komitmen, dan keinginan
yang tegas dari semua pihak terkait.
DAFTAR PUSTAKA
Wahyu.1986.Wawasan Ilmu Sosial
Dasar.Surabaya:Usaha Nasional
Widjaja.1986.Ilmu Sosial Dasar.Jakarta:CV. AKADEMIKA PRESSINDO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar