BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Gagasan menulis makalah ini timbul di samping untuk
melengkapi tugas yang di berikan kepada
kami, juga karena keingintahuan kami untuk membuat sebuah tulisan tentang
sistem kewarganegaraan yang berlaku negara Indonesia. Bertujuan untuk saling
memberi wawasan lebih kepada para pembaca.
Kami juga dalam taraf belajar . Oleh sebab itu, segala
masukan yang positif dari para pembaca sangat kami harapkan partisipasinya.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari warga negara ?
2. Apa saja kriteria kewarganegaraan dengan
mengacu pada sistem kewarganegaraan Indonesia !
3. Bagaimana sejarah berlakunya sistem
kewarganegaraan Indonesia ?
4. Bagaimana hukum kewarganegaraan bagi orang
asing di Indonesia?
1.3.Tujuan penulisan
Untuk memberi pemahaman tentang sistem kewarganegaraan
yang berlaku di Indonesia.
1.4.Manfaat
Agar mendapat wawasan lebih tentang sistem
kewarganegaraan yang berlaku di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
Warga Negara dan Sistem
Kewarganegaraan
A. Warga Negara
Pengertian rakyat atau penduduk sering terkacaukan, maka kita perlu
mengetahui batas-batasnya.
a. Yang dimaksud dengan
rakyat suatu negara haruslah mempunyai ketegasan bahwa mereka itu benar-benar
tunduk kepada Undang-Undang Dasar Negara yang berlaku, mengakui kekuasaan
Negara tersebut dan mengakui wilayah Negara tadi sebagai Tanah Airnya yang
hanya satu-satunya.
b. Penduduk adalah semua
orang yang ada atau bertempat tinggal
dalam wilayah negara dengan ketegasan telah memenuhi persyaratan-persyaratan
tertentu yang ditetapkan oleh peraturan Negara.
Dari batasan-batasan
diatas dapat kita mengetahui bahwa dalam pengertian rakyat sering dikaitkan
dengan pengertian warga negara, sedang dalam pengertian penduduk dapat mencakup
pengertian yang lebih luas.[1]
B. Sistem Kewarganegaraan
Pada asasnya ada beberapa sistem (kriteria umum) yang digunakan untuk
menentukan siapa yang menjadi warga negara suatu negara. Kriteria tersebut yaitu :
1. Sistem Kewarganegaraan
berdasarkan Kelahiran
a. Asas Ius
Soli (Law of The Soli)
Asas yang menentukan kewarganegaraan seseorang
berdasarkan Negara tempat kelahiran.
b. Asas Ius
Sanguinis (Law of The Blood)
Penentuan Kewarganegaraan berdasarkan
keturunan/kewarganegaraan orang tuanya.[2]
c. Masalah
Kewarganegaraan
1) Apatride
Apatride terjadi apabila seorang anak yang Negara orang tuanya menganut
asas Ius Soli lahir di Negara yang menganut Ius Sanguinis.[3] Contoh
: Seorang keturunan bangsa A (Ius Soli) lahir di negara B (Ius Sanguinis) Maka
orang tsb bukan warga negara A maupun warga negara B.
2) Bipatride
Bipatride terjadi apabila seorang anak yang Negara orang tuanya menganut
Ius Sanguinis lahir di Negara lain ynag menganut Ius Soli, maka kedua Negara
tersebut menganggap bahwa anak tersebut warga Negaranya.[4] Contoh : Seorang keturunan bangsa C (Ius Sanguinis) lahir di negara
D (Ius Soli). Sehingga karena ia keturunan negara C, maka dianggap warga negara C,
tetapi negara D juga menganggapnya sebagai warga negara,karena ia lahir di
negara D.
3) Multipatride
Seseorang yang memiliki 2 atau lebih kewarganegaraan Contoh :
Seorang yang bipatride juga menerima pemberian status kewarganegaraan lain
ketika dia telah dewasa, dimana saat menerima kewarganegaraan yang baru ia
tidak melepaskan status bipatride-nya.
2. Sistem Kewarganegaraan
berdasarkan Perkawinan
a. Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berangkat dari paradigma bahwa suami istri ataupun
ikatan keluarga merupakan inti masyarakat yang meniscayakan suasana sejahtera,
sehat, dan tidak terpecah. Dalam menyelenggarakan kehidupan
bermasyarakatnya,suami istri ataupun keluarga yang baik perlu mencerminkan
adanya suatu kesatuan yang bulat.
Supaya terdapat keadaan harmonis dalam keluarga diperlukan kesatuan
secara yuridis maupun dalam jiwa perkawinan, yaitu kesatuan lahir dan batĂn.
Dan kesatuan hukum dalam keluarga ini tidak bertentangan dengan filsuf
persamaan antara suami istri sehingga sekedar mencari manfaatnya bagi sang
suami saja.
b. Asas Persamaan Derajat
Menurut asas persamarataan bahwa perkawinan sama sekali tidak
mempengaruhi kewarganegaraan seseorang, dalam arti masing-masing istri atau
suami bebas menentukan sikap dalam menen tukan kewarganegaraanya.
Asas ini menghindari terjadinya penyelundupan hukum, misalnya seseorang
yang berkewarganegaraan asing ingin memperoleh status kewarganegaraan suatu
Negara dengan cara atau berpura-pura melakukan pernikahan dengan pasangan di
Negara tersebut.
3. Sistem Kewarganegaraan
berdasarkan Naturalisasi
Adalah suatu perbuatan
hukum yang dapat menyebabkan seseorang memperoleh status kewarganegaraan, Misal
: seseorang memperoleh status kewarganegaraan akibat dari pernikahan,
mengajukan permohonan, memilih/menolak status kewarganegaraan.
a. Naturalisasi Biasa
Yaitu suatu naturalisasi yang dilakukan oleh orang asing melalui
permohonan dan prosedur yang telah ditentukan.
b. Naturalisasi
Istimewa
Yaitu kewarganegaraan yang diberikan oleh pemerintah (presiden) dengan
persetujuan DPR dengan alasan kepentingan negara atau yang bersangkutan telah
berjasa terhadap negara.
Dalam menentukan kewarganegaraan seseorang berdasarkan naturalisasi
digunakan 2 stelsel, yaitu :
1. Stelsel Aktif, yakni
untuk menjadi warga negara pada suatu negara seseorang harus melakukan
tindakan-tindakan hukum secara aktif.
2. Stelsel Pasif, yakni
seseorang dengan sendirinya dianggap sebagai warga negara tanpa melakukan
sesuatu tindakan hukum.
C. Sejarah Kewarganegaraan
Mengetahui tentang masalah
kewarganegaraan juga melibatkan sejarah dari sistem kewarganegaraan, yang
berkembang dari masa ke masa. Diawali dengan:
1. Zaman penjajahan Belanda
Hindia Belanda bukanlah
suatu negara, maka tanah air pada masa penjajahan Belanda tidak mempunyai warga
negara, dengan aturan sebagai berikut:
(1) kawula negara belanda orang Belanda,
(2) kawula negara belanda bukan orang Belanda, tetapi yang termasuk Bumiputera,
(3) kawula negara belanda bukan orang Belanda, juga bukan orang Bumiputera,
misalnya: orang – orang Timur Asing (Cina, India, Arab, dan lain-lain).[5]
2. Masa kemerdekaan
pada masa ini, Indonesia
belum mempunyai UUD. Sehari setelah kemerdekaan, yakni tanggal 18 agustus 1945,
panitia persiapan kemerdekaan Indonesia mengesahkan UUD 1945. Mengenai
kewarganegaraan UUD 1945 dalam pasal 26 ayat(1) menentukan bahwa “Yang menjadi
warga negara ialah orang – orang bangsa Indonesia aseli dan orang – orang
bangsa lain yang di sahkan dengan undang – undang sebagai warga negara,” sedang
ayat 2 menyebutkan bahwa syarat – syarat yang mengenai kewarganegaraan
ditetapan dengan undang – undang.[6]Sebagai
pelaksanaan dari pasal 26, tanggal 10 april 1946, diundangkan UU No. 3 Tahun
1946. Adapun yang dimaksud dengan warga negara Indonesia menurut UU No. 3 Tahun
1946 adalah:
(1) Orang yang asli dalam daerah Indonesia,
(2) Orang yang lahir dan bertempat kedudukan dan kediaman
di dalam wilayah negara Indonesia,
(3) Anak yang lahir di dalam wilayah Indonesia.[7]
3. Persetujuan Kewarganegaraan dalam
Konferensi Meja Bundar (KMB)
Persetujuan perihal pembagian warga negara hasil dari
konferensi meja bundar (KMB) tanggal 27 desember 1949 antara Belanda dengan
Indonesia Serikat ada tiga hal yang penting dalam persetujuan tersebut antara
lain:
(1) Orang Belanda yang tetap berkewargaan Belanda, tetapi terhadap keturunannya
yang lain dan bertempat tinggal di Indonesia kurang lebih 6 bulan sebelum 27
desember 1949 setelah penyerahan keddaulatan dapat memilih kewarganegaraan
Indonesia yang disebut juga “Hak Opsi” atau hak untuk memilih kewarganegaraan.
(2) Orang – orang yag tergolong kawula Belanda (orang Indonesia asli) berada di
Indonesia memperoleh kewarganegaraan Indonesia kecuali tidak tinggal di Suriname
/ Antiland Belanda dan dilahirkan di wilayah Belanda dan dapat memilih
kewarganegaraan Indonesia,
(3) Orang – orang Eropa dan Timur Asing, maka terhadap mereka dua kemungkinan
yaitu: jika bertempat tinggal di Belanda, maka dtetapkan kewarganegaraan
Belanda, maka yang dinyatakan sebagai WNI dapat menyatakan menolak dalam kurun
waktu 2 tahun.[8]
4. Berdasarkan undang – undang nomor 62 tahun 1958
Undang – undang tentang kewarganegaraan Indonesia yang
berlaku sampai sekarang adalah UU No. 62 tahun 1958, yang mutlak berlaku sejak
diundangkan tanggal 1agustus 1958. Beberapa bagian dari undang – undang itu,
yaitu mengenai ketentuan – ketentuan siapa warga negara Indonesia, status anak
– anak an cara – cara kehilangan kewarganegaraan, ditetapkan berlaku surut
hingga tanggal 27 desember 1949.
Hal – hal selengkapnya yang diatur dalam UU No. 62 tahun
1958 antara lain: (1) siapa yang dinyatakan berstatus warga negara Indonesia
(WNI), (2) naturalisasi atau pewarganegaraan biasa,(3) akibat pewarganegaraan,
(4) pewarganegaraan istimewa, (5) kehilangan kewarganegaraan Indonesia, dan (6)
Siapa yang dinyatakan berstatus asing.
Menurut undang – undang :
1) Mereka berdasarkan UU/ peraturan/perjanjian, yang terlebih dahulu (berlaku
surut)
2) Mereka yang memenuhi syarat – syarat tertentu yang ditentukan dalam undang
– undang itu.
Selain itu, mungkin juga seorang Indonesia menjadi orang asing karena :
1) Dengan sengaja, insyaf, dan sadar menolak kewarganegaraan RI,
2) Menolak kewarganegaraan karena khilaf atau ikut - ikutan saja,
3) Di tolak oleh orang lain, misalnya seorang anak yang ikut status orang
tuanya yang menolak kewarganegaraan RI.[9]
D. Masalah Kedudukan Hukum Bagi Orang Asing
Sesuai dengan pasal 38 UU
No. 9 Tahun 1992 tentang keimigrasian, menyatakan pengawasan terhadap orang
asing di Indonesia meliputi: pertama, masuk dan keluarnya ke dan dari wilayah
Indonesia, kedua, keberadaan serta kegiatan orang asing di wilayah Indonesia. Adapun
tugas pengawasan terhadap orang asing yang berada di Indonesia dilakukan oleh
menteri kehakiman dengan koordinasi dengan badan atau instansi pemerintah yang
terkait.
Masalah lain yang berkaitan dengan orang asing adalah
tentang perkawinan campuran, yaitu perkawinan antar a dua orang yang berbeda
kewarganegaraan. Dan yang paling menimbulkan persoalan serius adalah perkawinan
campuran antar-agama.
1.
Perkawinan
campuran antar-golongan (intergentiel)
Bahwa hukum mana atau hukum apa yang berlaku ,
kalau timbul perkawinan antara dua orang, yang masing – masing sama atau
berbeda kewarganegaraannya, yang tunduk pada peraturan hukum yang berlainan.
Misalnya, WNI asal Eropa kawin dengan orang Indonesia asli.
2.
Perkawinan
campuran antar-tempat (interlocaal)
Yakni perkawinan antara orang – orang
Indonesia asli dari lingkungan adat. Misal , orang Minang kawin dengan orang
jawa.
3.
Perkawinan
campuran antar-agama (interriligius)
Mengatur hubungan (perkawinan) antara dua
orang yang masing – masing tunduk pada peraturan agama yang berlainan.
Dalam tataran praksis perkawinan campuran antar-agama tidak dikenal di Indonesia. UU No. 1 tahun
1974 tentang perkawinan secara tegas tidak menganut perkawinan campuran antar-agama.
Berkaitan dengan status istri dalam perkawinan campuran, maka terdapat dua
asas:
a)
Asas mengikuti,
maka suami/istri mengikuti suami/istri baik pada waktu perkawinan berlangsung,
kemudian setelah perkawinan berjalan.
Pasal 26 UU Kewarganegaraan menyatakan :
Ayat (1) perempuan warga negara Indonesia yang
kawin dengan laki – laki warga negara asing kehilangan kewarganegaraan RI jika
menurut hukum negara asal suaminya, kewarganegaraan istri mengikuti kewarganegaraan
suami sebagai akibat perkawinan tersebut.
Ayat (2) Laki – laki warga negara Indonesia
yang kawin dengan perempuan warga negara asing kehilangan kewarganegaraanya RI
jika menurut hukum asal istrinya, kewarganegaraan suami mengikuti
kewarganegaraan istri sebagai akibat perkawinan tersebut.
b)
Asas
persamamerataan
Menurut asas ini, bahwasanya perkawinan tidak
mempengaruhi sama sekali kewarganegaraan seseorang, dalam arti mereka (suami
atau istri) bebas menentukan sikap dalam menentukan kewarganegaraan asal
sekalipun sudah menjadi suami istri.
Ketentuan ini di atur dalam pasal 26 ayat (3)
UU kewarganegaraan , bahwa perempuan atau laki – laki WNI yang menikah dengan
WNA tetap menjadi WNI jika yang bersangkutan memiliki keinginan untuk tetap
menjadi WNI. Adapun mekanismenya dengan, yaitu dengan jalan mengajukan surat
pernyataan mengenai keinginannya kepada pejabat atau perwakilan republik
Indonesia yang wilayahnya meliputi tempat tinggal perempuan atau laki-laki
tersebut, kecuali pengajuan tersebut mengakibatkan kewarganegaraan ganda.[10]
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1)
Warga negara
adalah:
a. Yang dimaksud dengan rakyat suatu negara haruslah mempunyai ketegasan bahwa
mereka itu benar-benar tunduk kepada Undang-Undang Dasar Negara yang berlaku,
mengakui kekuasaan Negara tersebut dan mengakui wilayah Negara tadi sebagai
Tanah Airnya yang hanya satu-satunya.
b. Penduduk adalah semua orang yang ada
atau bertempat tinggal dalam wilayah negara dengan ketegasan telah
memenuhi persyaratan-persyaratan tertentu yang ditetapkan oleh peraturan
Negara.
Daftar Pustaka
1)
R.G. Karta Sapoetra, Sistematika Hukum Tata
Negara, Jakarta : Bina Aksara.
2)
Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim, Pengantar Hukum
Tata Negara Indonesia, Jakarta : Sastra Hudaya.
3)
Tutik, Titik Triwulan, 2010, Kontruksi hukum tata negara Indonesia pasca
amandemen UUD 1945, Jakarta, Kecana Prenada Media Group.
[1] R.G. Karta Sapoetra, Sistematika
Hukum Tata Negara, Jakarta : Bina Aksara, hlm. 212
[2] Moh. Kusnardi, Harmaily Ibrahim,
Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Jakarta : Sastra Hudaya, hlm. 291
[4] Sapoetra, Op.Cit., hlm. 219
[5] Tutik, Titik Triwulan, 2010, Kontruksi hukum tata negara Indonesia pasca
amandemen UUD 1945, Jakarta, Kecana Prenada Media Group, hal 313.
[9] Ibid., hal 316.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar