BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Gagasan
menulis makalah ini timbul karena keingintahuan kami pada kedudukan harta suami
dan istri. Agar timbul wawasan baru setelah menulis
makalah ini.
Kami
membuat makalah ini masih perlu ditambah. Uraian dan contoh masih kurang. Oleh
sebab itu, segala masukan yang positif dari para pembaca sangat kami harapkan
partisipasinya.
1.2.Rumusan Masalah
1. Apa pengertian
barang bawaan?
2. Bagaimana kedudukan harta suami istri !
1.3.Tujuan penulisan
Untuk
memberi pemahaman tentang kedudukan harta dalam
perkawinan antara si suami dan si istri.
1.4.Manfaat
Agar
dapat mengetahui pembagian harta suami dan istri.
BAB II
PEMBAHASAN
Kedudukan harta dalam
perkawinan
Harta benda dapat memenuhi kebutuhan
pokok dan kebutuhan penunjang manusia. Dengan adanya harta benda berbagai
kebutuhan hidup seperti makanan, pakaian,tempat tinggal, transportasi,
rekreasi, penunjang beribadah dan sebagainya dapat dipenuhi. Dalam perkawinan
kedudukan harta benda disamping sarana untuk memenuhi kebutuhan tersebut di
atas, juga berfungsi sebagai pengikat perkawinan. Tetapi banyak juga ditemukan
keluarga yang memiliki banyak harta benda dalam perkawinan menjadi sumber
masalah dan penyebab terjadinya perselisihan dan perceraian suami isteri. Oleh
sebab itu perlu ditinjau dari beberapa segi agar hal yang tidak baik dapat
dihindari.
Ada aspek lain yang perlu ditinjau
dari segi hukum karena status harta benda sebagai salah satu simbol duniawi sering
membawa mala petaka yang fatal antara suami isteri. Hal ini terjadi karena
sangat banyak di antara pasangan suami isteri tidak mengerti dengan perkawinan
yang sedang dijalaninya secara benar.
Harta benda dalam perkawinan adalah
harta serikat atau syrkah. Oleh sebab itu penggunaan harta syrkah itu harus
menurut aturan yang telah ada agar menjadi halal, bermanfaat dan mengandung
berkah. Dalam perkawinan sering terdapat dua jenis harta benda, yaitu harta
benda yang dibawa dari luar perkwinan yang telah ada pada saat perkawinan
dilaksanakan dan harta benda yang diperoleh secara bersama-sama atau
sendiri-sendiri selama dalam ikatan perkawinan.
A. Barang Bawaan
yang dimaksud barang bawaan adalah
segala sesuatu segala perabot rumah tanngga yang dipersiapkan oleh istri dan
keluarga, sebagai peralatan rumah tangga nantik bersama suaminya.[1]
Menurut adat tertentu yang
menyediakan perabot rumah tangga seperti ini adalah pihak istri dan
keluarganya. Tindakan ini merupakan salah satu bantuan untuk menyenangkan perempuan
yang memasuki hari-hari pernikahan, yang mana hal ini telah di contohkan nabi
dalam sebuah hadis
عن على ر.ع. قال:جهزرسول الله ص.م فاطمة في خميل وقربة ووسادة
حشوها ادخر (رواه النسائ)
Artinya:
Dari Ali r.a. Berkata
Rasulullah SAW. Memberikan barang bawaan kepada Fathimah berupa pakaian,
kantong tempat air terbuat dari kulit, bantal berenda.
Sebenaran yang bertanggung jawab
secara hukum unntuk menyediakan perelaten rumah tangga, seperti tempat tidur,
perabot dapur dan sebagiannya adalah suami. Istri dalam hal ini tidak mempunyai
tanggung jawab, sekalipun mahar yang di terimanya cukup besar, lebih besar
daripada pembelian alat rumah tangga tersebut. Hal ini dikarenakan mahar itu
menjadi hak perempuan sebagai imbalan dari penyerahan dirinya kepada suami dan
bukan sebagai harga dari barang-barang peralatan rumah tangga untuk istrinya.
Jadi mahar adalah hak mutlak bagi istri bukan bagi ayahnya atau suaminya.[2]
Dalam hal barang atau harta bawaan
antara suami dan istri, pada dasarnya tidak ada percampuran antara pencampuran
antara keduanya (harta suami dan harta istri ) karena perkawinan. Harta istri
tetap menjadi hak istri dan dikuasai penuh olehnya, demikian juga harta suami
tetap menjadi hak suami dan dikuasai penuh olehnya.
Harta atau barang bawaan
dari kedua belah pihak serta harta yang diperoleh sebagian hadiah atau warisan
adalah dibawa penguasaan masing-masing.
Jika peralatan rumah tangga dibeli
sendiri oleh istri atau diberikan orang tuanya, maka ia menjadi pemiliknya
secara mutlak. Suaminya tidak berhak sedikit pun terhadap barang-barang
tersebut. Begitu juga apabila suami membawa barang miliknya sendiri, maka dia
menjadi pemiliknya secara mutlak. Istrinya tidak berhak sedikitpun terhadap
barang-barang tersebut.
Menurut pendapat lain sebelum
memasuki perkawinan adakalanya suami atau isteri sudah memiliki harta benda.
Dapat saja merupakan harta milik pribadi hasil usaha sendiri, harta keluarganya
atau merupakan hasil warisan yang diterima dari orang tuanya. Harta benda yang
telah ada sebelum perkawinan ini bila dibawa kedalam perkawinan tidak akan
berubah statusnya. Pasal 35 ayat 2 UU nomor 1 tahun 1974 menetapkan bahwa harta
bawaan dari masing-masing suami dan isteri adalah dibawah penguasaan
masing-masing sepanjang para pihak tidak menentukan lain. Masing-masing berhak
menggunakan untuk keperluan apa saja.
Kedua suami isteri itu menurut pasal
89 dan 90 Inpres nomor 1 tahun 1991 wajib bertanggung jawab memelihara dan
melindungi harta isteri atau harta suaminya serta harta milik bersama. Jika
harta bawaan itu merupakan hak milik pribadi masing-masing jika terjadi
kematian salah satu diantaranya maka yang hidup telama menjadi ahli waris dari
si mati. Kalau harta bawaan itu bukan hak miliknya maka kembali sebagai mana
adanya sebelumnya. Kalau keduanya meninggal maka ahli waris mereka adalah
anak-anaknya.
B. Penghasilan
Selama Dalam Ikatan Perkawinan.
Agama Islam tidak mewajibkan
perempuan bekerja di luar rumah, bahkan perempuan dilarang keluar rumah jika
tidak ada keadaan yang bersifat darurat. Jika wanita itu mempunyai suami maka
tidak boleh pergi keluar rumah tanpa izin dari suaminya. Jika isteri memaksakan
diri utuk pergi keluar rumah maka wanita itu dalam keadaan nushuz, yaitu
durhaka kepada suaminya.
Sabda Rasul :
” Seorang wanita
yang memakai minyak wangi kemudian dia berjalan melewati kaum pria agar mereka dapat mencium wanginya , maka
wanita itu telah berbuat zina”. ( H.R. Tirmizi, Abu
Daud, An Nsa’ )
Wanita yang keluar rumah dengan
berhias untuk pergi ke masjid, maka Allah Azza a Jalla tidak akan menerima
shalatnya hingga ia kembali dan wajib lalu mandi untuk membersihkan hiasan
itu.( H.R. Tirmizi, Abu Daud ).
Dengan berhias itu tiap wanita yang
walaupun pergi ke Mesjid, mereka dianggap telah berzina, maka dia harus kembali
kerumah untuk mandi junub sebelum shalat, karena Allah tidak akan merima
shalatnya sebelum dia mandi. Sabda Rasul :
Wanita yang berdandan untuk pergi ke
mesjid , maka Allah tidak akan menerima shalatnya hingga ia mandi junub. ( H.R.
Abu Hurairah).
Jika seorang diantara wanita akan
shalat Issya maka janganlah ia berjalan ( ke Mesjid) dengan berhias.(H.R.
Muslim).
Menurut Agama Islam salah satu
tujuan atau hikmah perkawinan adalah untuk mencari rezeki yang halal. Bagi
mereka yang menikah jika mereka miskin Allah akan memberikan karunianya yang
banyak.
Pasal 35 ayat 2 UU nomor 1 tahun
1974 menetapkan bahwa harta benda yang diperoleh selama dalam perkawinan
menjadi harta benda milik bersama. Harta bersama dapat berupa benda berwujud
atau benda tak berwujud, baik yang telah ada maupun yang akan ada pada saat
kemudian. Hadiah, honor, penghargaan dan sebagainya yang diperoleh
masing-masing pihak yang menyebabkan bertambahnya pendapatan yang ada
hubungannya dengan profesi atau pekerjaan sehari-hari suami atau isteri menjadi
harta milik bersama.
Semua harta yang diperoleh sepasang
suami isteri selama dalam perkawinan mereka menjadi harta benda kepunyaan
bersama. Menurut pasal 1 huruf f Inpres nomor 1 tahun 1991 mengatakan bahwa:
Harta kekayaan dalam perkawinan atau
syirkah adalah harta yang
diperolehbaik sendiri-sendiri atau
bersama-sama suami isteri selama
dalam ikatan perkawinan berlangsung,
dan selanjutnya disebut harta
bersama tanpa mempersoalkan
terdaftar atau diperoleh atas nama siapa, suami atau istri.
Agama Islam mewajibkan seluruh
umatnya menikah bagi yang telah berhasrat untuk menikah. Setiap orang tersedia
pasangannya masing-masing. Firman Allah :
سبحن الدي خلق
الازواج كلها مما تنبت الارض ومن انفسهم وممالايعلمون
Artinya:
Maha suci Allah yang telah
mencipatakan semuanya berpasang-pasang, baik apa yang ditumbukan oleah bumi dan dari diri mereka sendiri
maupun dari apa yang mereka tidak ketahui.
(QS
: yasin 36)
Sabda Rasullullah
: Nikah itu sunnahku dan barang siapa yang tidak senang dengan sunnahku ini
maka dia bukan golonganku.
Disamping Allah telah menjajikan
karunia-Nya yang banyak, tetapi tiap manuisa mempunyai kewajiban untuk bekerja
mengusahakan adanya penghasilan untuk memenuhi semakin banyaknya kebutuhan
hidup, baik kebutuhan untuk amsa kini dan persiapan untuk masa yang akan
datang. Semua orang harus mencari harta benda sebanyak mungkin agar meperoleh
kemulyaan yang banyak. Agar dapat memberi nafkah semua yang menjadi tanggung
jawabnya.
Juga untuk membantu orang lain yang
wajib dibantu menurut jalan yang diredai Allah.Tangan di atas ( orang yang
memberi ) lebih mulya daripada tangan yang dibawah ( orang yang menerima
pemberian). Dalam hal mengumpulakn harta benda sebagai sarana untuk keperluan
dunia agar selamat di akhirat kelak manusia harus selalu berusaha ( ikhtiar),
Sabda Rasul:
Berusahalah ( bekerjalah) selalu
seolah-olah kamu akan hidup selamanya, Dalam hal menyembah kepada Allah,
beribadahlah selalu seolah-olah kamu akan mati besok pagi.
Begitulah kuatnya perintah Allah
dalam menjalankan usaha untuk memperoleh harta untuk memenuhi kebtuhan dunia
sebagai sarana untuk mencapai akhirat kelak.
Salah satu tujuan perkawinan adalah
mencari rezeki yang halal ( mengumpulkan harta benda). Mengenai harta yang
diperoleh selama dalam perkawinan ini tidak dipertimbangkan apakah yang
mempunyai penghasilan itu suami atau isteri. Menurut peraturan perkawinan
Indonesia nomor 136 tahun 1946 pasal 50 ayat 4 menetapkan bahwa: Apabila isteri
bekerja untuk keperluan rumah tanga, maka semua harta benda yang diperoleh
selama dalam perkawinan menjadi harta benda milik bersama.
Pada saat kebutuhan hidup yang
selalu meningkat dengan harga semua barang yang makin melambung tinggi, kalau
sifatnya darurat dapat saja para isteri bekerja di luar rumah bila diberi izin
oleh suaminya, bila pekerjaan itu layak, sesuai dengan ajaran agama Isalam dan
sesuai pula dengan kodratnya sebagai wanita dalam rangka menunaikan kewajibannya
sesuai dengan pasal 30 UU No. 1 tahun 1974 yang mengatakan bahwa sang isteri
mempunyai kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar susunan masyarakat.
C. Harta Bersama
Suami Istri
Adanya harta bersama dalam perkawinan
tidak menutup kemungkinan adanya harta milik masing – masing suami istri. Harta
bersama tersebut meliputi benda yang tidak bergerak, benda bergerak, dan surat
– surat berharga.[3]
Menurut Kumpulan Hukum Islam di
Indonesia Inpres No. 1 tahun 1991 pasal 1 huruf f, mengatakan bahwa harta
kekayaan dalam perkawinan atau Syrkah adalah harta yang diperoleh
sendiri-sendiri atau bersama-sama suami isteri selama dalam perkawinan berlangsung
dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama siapa.
Jadi mengenai harta yang diperoleh
oleh suami isteri selama dalam ikatan perkawinan adalah harta milik bersama,
baik masing-masing bekerja pada satu tempat yang sama maupun pada tempat yang
berbeda-beda, baik pendapatan itu terdaftar sebagai penghasilan isteri atau
suami, juga penyimpanannya didaftarkan sebagai simpanan suami atau isteri tidak
dipersoalkan, baik yang punya pendapatan itu suami saja atau isteri saja, atau
keduanya mempunyai penmghasilan tersendiri selama dalam perkawian
. Harta bersama tidak boleh terpisah
atau dibagi-bagi selama dalam perkawinan masih berlangsung. Apabila suami
isteri itu berpisah akibat kematian atau akibat perceraiain barulah dapat
dibagi. Jika pasangan suami isteri itu waktu bercerai atau salah satunya meninggal
tidak memiliki anak, maka semua harta besama itu dibagi dua setelah dikeluarka
biaya pemakamam dan pembayar hutang-hutang suami isteri. Jika pasangan ini
mempunyai anak maka yang menjadi ahli waris adalah suami atau isteri yang hidup
terlama dan bersama anak-anak mereka.
D. Pemanfaatan
Harta benda
Dalam hal penggunaan harta benda
milik bersama ini menurut pasal 36 ayat 1 UU nomor 1 tahun 1974 menetapkan
bahwa suami atau isteri dapat bertindak bila atas dasar persetujuan kedua belah
pihak. Menurut pasal 92 Inpres nomor 1 tahun 1991 suami atau isteri tanpa
adanya persetujuan pihak lainnya tidak boleh menjual atau memindahtangankan
harta milik bersama. Harta benda milik bersama hanya dapat digunakan untuk
keperluan sehari-hari semua pihak terkait menurut atau untuk memenuhi kebutuhan
bersama atau kebutuhan apa yang menjadi tanggung jawabnya.menurut yang wajar
dan layak. Bila ada ada kelebihan wajib disimpan sebagai cadangan atau sebagai
modal dan investasi. Tidak boleh dibelanjakan secara boros. Harta milik bersama
dapat dipergunakan oleh pihak ke tiga sebagai pinjaman atau hibah dengan syarat
harus disetujui oleh suami atau isteri dan anak-anak. Harta bersama dalam
perkawinan adalah adalah milik suami atau isteri dan semua anak-anak.
BAB III
Kesimpulan
1. Barang bawaan adalah segala sesuatu
segala perabot rumah tanngga yang
dipersiapkan oleh istri dan keluarga, sebagai peralatan rumah tangga
nanti bersama suaminya.
2. Pasal 35 ayat 2 UU nomor 1 tahun 1974
menetapkan bahwa harta benda yang diperoleh selama dalam perkawinan menjadi
harta benda milik bersama.
3. Menurut Kumpulan Hukum Islam di
Indonesia Inpres No. 1 tahun 1991 pasal 1 huruf f, mengatakan bahwa harta
kekayaan dalam perkawinan atau Syrkah adalah harta yang diperoleh
sendiri-sendiri atau bersama-sama suami isteri selama dalam perkawinan berlangsung
dan selanjutnya disebut harta bersama tanpa mempersoalkan terdaftar atas nama
siapa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar