Selamat datang di duniaku

Rabu, 28 Desember 2011

dick dan carey

PEMBAHASAN
Pola Instruksional
Pola instruksional merupakan gambaran secara garis besar dari system pengajaran. Biasanya, dosen atau guru mempunyai kedudukan tertinggi sebagai sumber belajar dalam system instruksional. Guru memang kendali penuh terhadap isi dan metode belajar, bahkan dalam hal menilai kemajuan belajar siswa/mahasiswa. Pola instruksional ini disebut pola tradisional. Berikut skema dengan diagram konsepnya :

Namun pola instruksional juga berkembang seiring dengan berkembangnya zaman. Semakin majunya teknologi memicu system pengajaran atau instrument pengajaran untuk lebih inofatif dan bisa memanfaatkan segala media yang ada untuk mensukseskan proses pembelajaran. Sehingga tujuan dari pembelajaran juga akan berimplementasi pada majunya teknologi.
Proses pembelajaran yang dulunya akan menghasilkan alat atau teknologi kini justru menggunakan teknologi untuk alat bantu pembelajaran. Kemudian dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat akan pendidikan, diikuti dengan banyaknya lapangan pekerjaan yang lebih menjanjikan daripada guru atau dosen, maka profesi dari tenaga pengajar terkadang digantikan oleh media baik audio maupun audio visual. Sehingga pola instruksional yang tradisional dimana guru atau dosen sebagai sumber utama pengetahuan sudah mengalami banyak perubahan.
Dengan melimpahnya alat bantu atau media pembelajaran, tidak mengharuskan pengajar untuk selalu menggunakannya, konsepsi teknologi instruksional akan mempengaruhi keputusan instruksional pada tingkat perencanaan kurikulum.
Tidak dibenarkan bagi seorang tutor untuk mengambil keputusan sendiri, apakah komponen buku materi pokok, atau modul, dan lain-lain, akan dipakai atau tidak. Hal ini membuktikan bahwa dengan diterapkannya konsepsi teknologi instruksional, maka tingkat pengambilan keputusan instruksional ada dalam taraf perencanaan kurikulum.
Model Pengembangan Instruksional
Pengembangan instruksional adalah cara yang sistematis dalam mengidentifikasi, mengembangkan, dan mengevaluasi seperangkat materi dan strategi yang diarahkan untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Twelker,1972).
Hasil akhir dari pengembangan instruksional ialah suatu sistem instruksional, yaitu materi dan strategi belajar mengajar yang dikembangkan secara empiris dan konsisten telah dapat mencapai tujuan instruksional tertentu.
Pengembangan instruksional adalah teknik pengelolaan dalam mencari pemecahan masalah-masalah instruksional atau setidak-tidaknya dalam mengoptimalkan pemanfaatan sumber belajar yang ada untuk memperbaiki pendidikan. Pada lingkungan dan waktu yang berbeda, tentunya diperlukan suatu sistem yang berbeda pula. Karena itulah ada beberapa model pengembangan instruksional, misalnya model Dick & Carey, model pengembangan instruksional Briggs, model PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), model Kemp, model Gerlach dan Ely, model IDI (Instructional Development Institute), dan beberapa yang lain. Dalam makalah ini hanya akan menjelaskan model pengembangan instruksional Dick & Carey.
Model Dick & Carey
Model Dick and Carey (DC) dikembangkan oleh Walter Dick, Lou Carey dan James O Carey. Model ini mengikuti pola dasar instructional design ADDIE ( analysis, design, development, implementation and evaluation ). Model Dick and Carey adalah salah satu dari Model Prosedural. Yaitu model yang menyarankan agar penerapan prinsip disain pembelajaran disesuaikan dengan langkah-langkah yang harus di tempuh secara berurutan. Berikut adalah diagram design pengembangan instruksional menurut Dick & Carey:




Model Dick & Carey terdiri dari 10 langkah yang sangat jelas sehingga memudahkan kita untuk memahami dan menerapkannya. Tiap-tiap langkah mempunyai tujuan yang jelas dan saling berhubungan satu sama lain. Dengan kata lain, model ini sangat ringkas namun padat dan jelas.
Model ini juga memungkinkan warga belajar menjadi aktif berinteraksi karena menetapkan strategi dan tipe pembelajaran yang berbasis lingkungan. Dengan bentuk pembelajaran yang berbasis lingkungan, yang disesuaikan dengan konteks dan setting lingkungan sekitar atau disebut juga sebagai situational approach oleh Canale dan Swain (1980) memungkinkan pembelajar bahasa dapat mengoptimalkan kompetensi komunikatif. 10 langkah dalam model Dick & Carey adalah sebagai berikut:
1. Identifikasi tujuan (identity instructional goal),
Tahap awal model ini adalah menentukan tujuan dari sistem yang dibangun. Maksud dari tujuan disini adalah apa yang diinginkan agar pelajar dapat melakukannya ketika mereka telah menyelesaikan program Instruksional. Dalam menentukan tujuan Instruksional mungkin dapat diturunkan dari daftar tujuan, dari analisis kinerja (performance analysis), dari penilaian kebutuhan (needs assessment), dari pengalaman praktis dengan kesulitan belajar pebelajar, dari analisis orang-orang yang melakukan pekerjaan (Job Analysis), atau dari persyaratan lain untuk instruksi baru. Dengan adanya tujuan yang jelas maka proses pembelajaran akan mengarah pada arah yang jelas pula.
2. Melakukan analisis instruksional (conduct instructional analysis),
Langkah ini, pertama mengklasifikasi tujuan kedalam ranah belajar Gagne, menentukan langkah-demi-langkah apa yang dilakukan orang ketika mereka melakukan tujuan tersebut (mengenali keterampilan bawahan / subordinat). Langkah terakhir dalam proses analisis Instruksional adalah untuk menentukan keterampilan, pengetahuan, dan sikap, yang dikenal sebagai perilaku masukan (entry behaviors), yang terlibat dalam proses pembelajaran untuk mencapai tujuan Instruksional. Menganalisis subordinate skills sangat diperlukan, karena apabila keterampilan bawahan yang seharusnya dikuasai tidak diajarkan, maka banyak anak didik tidak akan memiliki latar belakang diperlukan untuk mencapai tujuan. Dengan demikian, pembelajaran menjadi tidak efektif.
Cara yang digunakan untuk mengidentifikasi subordinate skills adalah dengan cara memilih keterampilan bawahan yang berhubungan langsung dengan ranah tujuan pembelajaran. Analisis ini akan menghasilkan Peta konsep yang akan menggambarkan hubungan di antara semua keterampilan yang telah diidentifikasi.
3. Analisis pebelajar dan tingkah laku (analyze learners and context),
Langkah ini melakukan analisis pembelajar, analisis konteks di mana mereka akan belajar, dan analisis konteks di mana mereka akan menggunakannya. Dalam tahap ini akan dianalisis kemampuan apa saja yang harus dimiliki siswa untuk menyelesaikan tugas. Dalam menganalisis juga harus memperhatikan kemampuan yang sudah dimiliki oleh siswa. Karakteristik siswa juga harus diperhatikan karena mungkin akan berpengaruh pada proses pembelajaran. Keterampilan pembelajar, pilihan, dan sikap yang telah dimiliki pembelajar akan digunakan untuk merancang strategi Instruksional.
4. Merumuskan tujuan performansi (write performance objectives),
Menurut Dick dan Carrey (1985), tujuan performansi terdiri atas;
a. Tujuan harus menguraikan apa yang akan dikerjakan, atau diperbuat oleh anak didik.
b. Menyebutkan tujuan, memberikan kondisi atau keadaan yang menjadi syarat, yang hadir pada waktu anak didik berbuat,
c. Menyebutkan kriteria yang digunakan untuk menilai unjuk perbuatan anak didik yang dimaksudkan pada tujuan.
Pernyataan-pernyataan tersebut berasal dari keterampilan yang diidentifikasi dalam analisis Instruksional, akan mengidentifikasi keterampilan yang harus dipelajari, kondisi di mana keterampilan yang harus dilakukan, dan kriteria untuk kinerja yang sukses. Komponen ini bertujuan untuk menguraikan tujuan umum menjadi tujuan yang lebih spesifik pada tiap tahapan pembelajaran. Di tiap tahapan akan ada panduan pembelajaran dan pengukuran performansi pembelajar.
5. Pengembangan tes acuan patokan (develop assessment instrument),
Berdasarkan pada tujuan performansi yang telah ditulis pada tahap sebelumnya, langkah ini mengembangkan butir-butir penilaian yang sejajar (tes acuan patokan) untuk mengukur kemampuan siswa seperti yang diperkirakan dari tujuan. Test items harus dirancang untuk menyediakan kesempatan bagi pembelajar untuk mendemonstrasikan kemampuan dan pengetahuan yang dinyatakan dalam tujuan. Empat macam tes acuan patokan menurut Dick & Carey:
• Test entry behaviour, untuk mengukur keterampilan sebagaimana adanya pada permulaan pembelajaran,
• Pretes, berguna bagi keperluan tujuan yang telah dirancang sehingga diketahui sejauhmana pengetahuan anak didik terhadap semua keterampilan yang berada di atas batas, yakni keterampilan prasyarat.
• Tes sisipan, menguji setelah satu atau dua tujuan pembelajaran diajarkan dan menguji kemajuan anak didik,
• Postest, mencakup seluruh tujuan pembelajaran yang mencerminkan tingkat perolehan belajar

Tahap pengembangan tes acuan patokan ini bertujuan untuk:
• Mengetahui prasyarat yang telah dimiliki pembelajar untuk mempelajari kemampuan baru
• Mencek hasil yang telah diperoleh pembelajar selama proses pembelajaran
• Menyediakan dokumen perkembangan pembelajar untuk orang tua atau administrator.
Bagian ini berguna untuk:
• Memberikan evaluasi terhadap sistem yang digunakan
• Pengukuran awal terhadap performansi sebelum perencanaan pengembangan pelajaran dan materi instruksional
6. Pengembangan siasat instruksional (develop instructional strategy),
Bagian-bagian siasat Instruksional menekankan komponen untuk mengembangkan belajar pebelajar termasuk kegiatan prainstruksional, presentasi isi, partisipasi peserta didik, penilaian, dan tindak lanjut kegiatan yang diwujudkan dalam aktivitas. Misalnya membaca, mendengarkan, hingga eksplorasi internet. Aktifitas instruksional ini dapat dikembangkan oleh instruktur sesuai dengan latar belakang, kebutuhan, dan kemampuan pembelajar atau bisa saja pembelajar menggabungkan pengetahuan yang baru didapatkan dengan pengetahuan dan kemampuan yang telah dimiliki untuk membentuk pemahaman baru. Proses pembelajaran juga dapat dilakukan secara berkelompok atau individual.
7. Pengembangan atau memilih material instruksional (develop and select instructional materials),
Dalam tahap ini dilakukan pengambangan dan pemilihan materi pembelajaran, produk pengembangan ini meliputi petunjuk untuk warga belajar, materi pembelajaran dan soal-soal. Materi dapat berupa guru, buku, modul, video, internet, dan sebagainya. Namun dalam penentuan materi pembelajaran harus disesuaikan dengan kondisi dan karakteristik peserta didik. Hal ini akan menyulitkan mengingat kondisi dan karakteristik tiap siswa berbeda-beda sehingga sulit untuk menentukan materi pembelajaran yang tepat.
8. Merancang dan melaksanakan penialian formatif (design and conduct formative eveluation of instruction),
Formative evaluation bertujuan menyediakan data untuk revisi dan pengembangan instructional materials. Selain itu, Evaluasi ini juga dilakukan untuk mengumpulkan data yang akan digunakan untuk mengidentifikasi bagaimana meningkatkan pengajaran. Ada tiga jenis evaluasi formatif yaitu penilaian satu-satu, penilaian kelompok kecil, dan penilaian uji lapangan. Setiap jenis penilaian memberikan informasi yang berbeda bagi perancang untuk digunakan dalam meningkatkan Instruksional. Teknik serupa dapat diterapkan pada penilaian formatif terhadap bahan atau Instruksional di kelas.
9. Revisi instruksional (revise instruction),
Dalam model instruksional ini revisi dilakukan berdasarkan hasil dari tiap komponen yang dilakukan sebelumnya. Data yang diperoleh dari tahap sebelumnya yaitu evaluasi formatif digunakan untuk menganalisa kesulitan yang dihadapi peserta didik dalam mencapai tujuan instruksional. Mungkin saja tahapan yang kurang efektif disebabkan oleh media yang kurang sesuai, atau penugasan yang kurang mengarah pada tujuan pembelajaran.
10. Merancang dan melaksanakan evaluasi sumatif (design and condut summative evaluation)
Hasil-hasil pada tahap di atas dijadikan dasar untuk menulis perangkat yang dibutuhkan. Hasil perangkat selanjutnya divalidasi dan diujicobakan di kelas/ diimplementasikan di kelas dengan evaluasi sumatif. evaluasi sumatif bertujuan untuk mengetahui efektivitas tiap-tiap tahap yang telah dilakukan

Tidak ada komentar:

Posting Komentar