Selamat datang di duniaku

Kamis, 29 Desember 2011

IDENTITAS NASIONAL DAN NASIONALISME DI INDONESIA


KATA PENGANTAR


                   Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas
 limpahan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar, sehingga kami
dapat menyelesaikan “makalah” ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.

                   Kami sadar bahwa tulisan ini jauh dari kata sempurna. Untuk itu kami selalu membuka diri akan kritik dan saran yang membangun bagi para pembaca untuk melengkapi makalah ini.

                    Kami harap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua yang membacanya dan dapat sedikit mewujudkan pengetahuan didalam lembaran ini. 

















DAFTAR ISI

Kata Pengantar                                                                                                           2
Daftar isi                                                                                                                     3
Pendahuluan                                                                                                               4
Pembahasan                                                                                                                5
            Identitas Nasional                                                                                                       6
            Nasionalisme                                                                                                   7
            Sejarah Nasionalisme                                                                                     8
            Pluralisme dan Wawasan Kebangsaan                                                            9
            Integritas Nasional                                                                                          15
Penutup                                                                                                                       16
Daftar Pustaka                                                                                                            17
           













Pendahuluan

            Dalam makalah ini akan memaparkan tentang konsep Identitas Nasional, Konsep Nasionalisme, Integritas nasional, sejarah pluralisme serta unsur unsur pembentukannya. Dalam konsep identitas nasional, disini membahas tentang suatu ciri yang melekat pada diri suatu bangsa yang berhubungan erat dengan kemajemukan yang ada pada bangsa tersebut. Selanjutnya akan membahas tentang konsep nasionalisme dimana suatu konsep yang mengupas suatu rasa cinta kasih yang timbul pada sekelompok orang yang tingal di suatu tempat yang sama. Bagaimanakah realitasnya ?, Indonesia adalah suatu bangsa yang kaya akan suku, etnis, agama, kepercayaan, dan bahasa dalam menghadapi kemajemukan suatu bangsa sifat nasionalisme lah yang perlu ditegakkan agar bangsa kita tetap utuh dan tetap kokoh. Sifat nasionalisme yang seperti apakah yang perlu ditanamkan agar kita tetap bersatu ? sifat nasionalisme saja tidak cukup untuk menggalang persatuan, kita juga perlu memahami tentang adanya konsep integritas nasional agar negara kita tidak mudah terpecah belah, karena pada dasarnya integritas nasional adalah perpaduan dari kelompok kelompok masyarakat yang berbeda menjadi satu kelompok besar. Seperti apakah integritas nasional yang harus kita galangkan ? bagaimanakah usaha-usaha yang harus kita lakukan agar Indonesia tetap bersatu?





















Pembahasan

A. Identitas Nasional

1.     Pengertian
Secara etimologi, kata identitas berasal dari kata “Identity”  (bahasa inggris) yang berati ciri ciri, tanda tanda atau jati diri yang melekat pada  diri seseorang sebagai pembeda dengan orang lain. Dalam term Antropologi, identitras adalah sifat khas ang menerangkan dan sesuai dengan kesadaran diri pribadi sendiri, golongan sendiri, kelompok sendiri, komunitas sendiri atau negara sendiri.
Adapun kata nasional berasal dari kata “nation” (bahasa inggris) merupakan identitas yang melekat pada kelompok-kelompok yang lebih besar yang diikat oleh kesamaan-kesamaan baik fisik seperti budaya, agama, dan bahasa, maupun non fisik seperti keinginan, cita cita dan tujuan himpunan kelompok-kelompok inilah yang kemudian di sebut dengan istilah Identitas Nasional.

2.     Unsur-unsur Identitas Nasional
Identitas Nasional Indonesia merujuk pada suatu bangsa yang pluralistik, kemajemukan ini merupakan gabungan dari unsur unsur pembentuk identitas Nasional, yaitu:
a.     Suku bangsa
Suku bangsa pada dasarnya merupakan golongan sosial yang khusus dan bersifat askritif (ada sejak terakhir) yang sama coraknya dengan golongan umur dan jenis kelamin. Di Indonesia terdapat banyak sekali suku bangsa dan kelompok etnis dengan tidak kurang dari 300 dialek bahasa, ada etnis Jawa, Sunda, makasar, Bugis, batak, Bali, Aceh, dan suku-suku lainnya.

b.     Agama dan kepercayaan
Bangsa Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang memegang teguh ajaran agamanya. Agama-agama yang tumbuh dan berkembang di Indonesia meliputi Islam, Kristen, Khatolik, Budha, Hindu dan konghuchu, selain keenam agama tersebut di Indonesia juga dikenal sebagai aliran dan paham kepercayaan ilmu sejati, Sapta Dharma dan lain-lain. Sikap saling menghormati dan menghargai perbedaan atau toleransi beragama memungkinkan penganut agama-agama berbeda berjuang demi pembangunan yang sesuai dengan maratabat yang diterima manusia dari tuhan.

c.      Kebudayaan
Adalah patokan nilai-nilai etika dan moral, baik yang tergolong sebagai ideal atau yang seharusnya (word view) mapun yang operasional dan aktual di dalam kehidupan sehari-hari (ethos). Terdapat ratusan kebudayaan bangsa indonesia yang membentuk identitas nasionalnya sebagai bangsa yang dilahirkan dengan pluralisme identitas, tetapi semuanya menbangun satu kesatuan yang utuh yaitu sebagai kebudayaan nasional.

d.     Bahasa
Menurut tim ICCE UIN Jakarta bahasa dipahami sebagai sistem perlambang yang secara arbiter dibentuk atas unsur bunyi ucapan manusia dan digunakan sebagai sarana berinteraksi antara manusia. Secara umum setiap suku bangsa terdiri atas dua kelompok yaitu  pertama, suku bangsa yang memiliki bahasa lisan dan dan tulis (aksara) misalnya suku Jawa, bali, dan batak. Kedua suku bangsa yang hanya memiliki bahasa lisan saja, misalnya suu dayak, suku banjar dan lainnya.

B. Nasionalisme di Indonesia

Nasionalisme dapat diartikan sebagai suatu situasi kejiwaan dimana kesetiaan seseorang secara total diabdikan langsung kepada negara dan bangsa atas nama suatu bangsa. Munculnya Nasionalisme terbukti sangat efektif sebagai alat perjuangan bersama merebut kemerdekaan dari cengkraman Kolonial. Semangat nasionalisme dapat diharapkan secara efektif oleh para penganutnya dan dipakai sebagai metode perlawanan dan alat identifikasi untuk mengetahui siapa lawan dan kawan.
Dalam perkembangan selanjutnya para pengikut nasionalisme ini berkeyakinan bahwa persamaan cita-cita yang mereka miliki dapat diwujudkan dalam sebuah identitas politik atau kepentingan bersama dalam bentuk sebuah wadah yang disebut bangsa (nation). Menurut Koerniatmanto Soetoprawiro bahwa secara hukum peraturan tentang kewarganegaraan merupakan suatu konsekuensi langsung dari perkembangan paham nasinalisme.




C. Sejarah Nasionalisme di Indonesia
Indonesia telah dijajah oleh bangsa Barat sejak abad XVII, namun kesadaran nasional sebagai sebuah bangsa baru muncul pada abad XX. Kesadaran itu muncul sebagai akibat dari sistem pendidikan yang dikembangkan oleh pemerintah kolonial. Karena, melalui pendidikanlah muncul kelompok terpelajar atau intelektual yang menjadi motor penggerak nasionalisme Indonesia. Melalui tangan merekalah, perjuangan bangsa Indonesia di dalam membebaskan diri dari belenggu kolonialisme dan imperialisme Barat memasuki babak baru. Inilah yang kemudian dikenal dengan periode pergerakan nasional. Perjuangan tidak lagi dilakukan dengan perlawanan bersenjata tetapi dengan menggunakan organisasi modern.
Ide-ide yang muncul pada masa pergerakan nasional hanya terbatas pada para bangsawan terdidik saja. Selain merekalah yang mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi juga karena hanya kelompok bangsawanlah yang mampu mengikuti pola pikir pemerintah kolonial. Mereka menyadari bahwa pemerintah kolonial yang memiliki organisasi yang rapi dan kuat tidak mungkin dihadapi dengan cara tradisional sebagaimana perlawanan rakyat sebelumnya. Inilah letak arti penting organisasi modern bagi perjuangan kebangsaan.
Ada beberapa faktor yang menyebabkan lahirnya nasionalisme Indonesia. Secara umum bisa dikelompokkan menjadi dua, yaitu faktor yang berasal dari dalam dan luar. Faktor dari dalam antara lain sebagai berikut.
1.     Seluruh Nusantara telah menjadi kesatuan politik, hukum, pemerintahan, dan berada di bawah kekuasaan kolonial Belanda. Ironisnya adalah eksploitasi Barat itu justru mampu menyatukan rakyat menjadi senasib sependeritaan.
2.     Munculnya kelompok intelektual sebagai dampak sistem pendidikan Barat. Kelompok inilah yang mampu mempelajari beragam konsep Barat untuk dijadikan ideologi dan dasar gerakan dalam melawan kolonialisme Barat.
3.     Beberapa tokoh pergerakan mampu memanfaatkan kenangan kejayaan masa lalu (Sriwijaya, Majapahit, dan Mataram) untuk dijadikan motivasi dalam bergerak dan meningkatkan rasa percaya diri rakyat di dalam berjuang menghadapi kolonialisme Barat.
Kondisi itulah yang mampu memompa harga diri bangsa untuk bersatu, bebas, dan merdeka dari penjajahan. Meskipun begitu, harus diakui bahwa munculnya kesadaran berbangsa itu juga merupakan dampak tidak langsung dari perluasan kolonialisme. Oleh karena itu, para mahasiswa yang menjadi penggerak utama nasionalisme Indonesia bisa disebut sebagai tokoh penggerak dari masyarakat. Sedang faktor yang berasal dari luar negeri antara lain kemenangan Jepang atas Rusia dalam perang tahun 1905 yang mampu mengangkat rasa percaya diri bahwa bangsa berwarna bisa mengalahkan bangsa kulit putih, lahirnya nasionalisme di kawasan Asia dan Afrika yang berhasil membentuk negara-negara baru, serta beberapa prinsip dari Woodrow Wilson yang termuat dalam Wilson 14 points. Semua nilai-nilai yang berasal dari luar itu berhasil diserap oleh para tokoh pelajar intelektual kita yang sedang belajar di luar negeri.
Nasionalisme Indonesia muncul sebagai reaksi dari kondisi sosial, politik, dan ekonomi yang ditimbulkan oleh adanya kolonialisme. Oleh karena itu, gerakan nasionalisme pada awal abad XX tidak bisa dipisahkan dari praktik kolonialisme sebab keduanya merupakan hubungan sebab akibat. Hanya saja, pada tahap awal nasionalisme berkembang pada tingkat elite yaitu kelompok bangsawan terpelajar. Merekalah yang mula-mula memiliki kesadaran adanya diskriminasi kehidupan bangsa dan berusaha mencarikan jawabannya. Bentuk gerakannya memiliki corak yang beragam mulai dari yang bersifat etnis, kultural, hingga nasional. Itulah latar belakang munculnya nasionalisme Indonesia. Meskipun banyak mengadopsi nilai dan pengertian dari luar, tetapi nasionalisme Indonesia tetap memiliki spesifikasi tersendiri.
D.  Unsur-unsur Pembentuk Nasionalisme
1.    Suku bangsa, golongan social yang khusus bersifat askriptif atau telah ada sejak lahir yang coraknya sama dengan golongan umur dan jenis kelamin.
2.    Agama, suatu keyakinan atau kepercayaan yang dianut oleh manusia sesuai dengan keyakinan masing-masing. Di Indonesia terdapat 6 agama yang berkembang seperti,Islam yang merupakan agama mayoritas yang dianut oleh masyarakat Indonesia, Kristen Katolik, Protestan, Hindu, budha, dan yang baru adalah Kong Hu Cu 
3.    Kebudayaan, pengetahuan manusia sebagai makhluk social yang isinya adalah perangkat-perangkat pengetahuan yang secar kolektif digunakan oleh pendukungnya untuk menafsirkan dan memahami lingkungan yang dihadapi dan digunakan sebagai pedoman untuk bertindak sesuai dengan lingkunagn yang dihadapi.
4.    Bahasa, unsure pendukung identitas nasional.
E. Pluralisme dan Wawasan Kebangsaan di Indonesia
Dalam ilmu sosial, pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormat dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
Pluralisme adalah dapat dikatakan salah satu ciri khas masyarakat modern dan kelompok sosial yang paling penting, dan mungkin merupakan pengemudi utama kemajuan dalam ilmu pengetahuan, masyarakat dan perkembangan ekonomi.
Dalam sebuah masyarakat otoriter atau oligarkis, ada konsentrasi kekuasaan politik dan keputusan dibuat oleh hanya sedikit anggota. Sebaliknya, dalam masyarakat pluralistis, kekuasaan dan penentuan keputusan lebih tersebar.
Dipercayai bahwa hal ini menghasilkan partisipasi yang lebih tersebar luas dan menghasilkan partisipasi yang lebih luas dan komitmen dari anggota masyarakat, dan oleh karena itu hasil yang lebih baik. Contoh kelompok-kelompok dan situasi-situasi di mana pluralisme adalah penting ialah: perusahaan, badan-badan politik dan ekonomi, perhimpunan ilmiah.
Bisa diargumentasikan bahwa sifat pluralisme proses ilmiah adalah faktor utama dalam pertumbuhan pesat ilmu pengetahuan. Pada gilirannya, pertumbuhan pengetahuan dapat dikatakan menyebabkan kesejahteraan manusiawi bertambah, karena, misalnya, lebih besar kinerja dan pertumbuhan ekonomi dan lebih baiklah teknologi kedokteran.
Pluralisme juga menunjukkan hak-hak individu dalam memutuskan kebenaran universalnya masing-masing.

Wawasan Kebangsaan sebagai bagian dari ‘nation and character building

Setiap orang tentu memiliki rasa kebangsaan dan memiliki wawasan kebangsaan dalam perasaan atau pikiran, paling tidak di dalam hati nuraninya. Dalam realitas, rasa kebangsaan itu seperti sesuatu yang dapat dirasakan tetapi sulit dipahami. Namun ada getaran atau resonansi dan pikiran ketika rasa kebangsaan tersentuh. Rasa kebangsaan bisa timbul dan terpendam secara berbeda dari orang per orang dengan naluri kejuangannya masing-masing, tetapi bisa juga timbul dalam kelompok yang berpotensi dasyat luar biasa kekuatannya.

Rasa kebangsanaan adalah kesadaran berbangsa, yakni rasa yang lahir secara alamiah karena adanya kebersamaan sosial yang tumbuh dari kebudayaan, sejarah, dan aspirasi perjuangan masa lampau, serta kebersamaan dalam menghadapi tantangan sejarah masa kini. Dinamisasi rasa kebangsaan ini dalam mencapai cita-cita bangsa berkembang menjadi wawasan kebangsaan, yakni pikiran-pikiran yang bersifat nasional dimana suatu bangsa memiliki cita-cita kehidupan dan tujuan nasional yang jelas. Berdasarkan rasa dan paham kebangsaan itu, timbul semangat kebangsaan  atau semangat patriotisme.

Wawasan kebangsaan mengandung pula tuntutan suatu bangsa untuk mewujudkan jati diri, serta mengembangkan perilaku sebagai bangsa yang meyakini nilai-nilai budayanya, yang lahir dan tumbuh sebagai penjelmaan kepribadiannya.

Rasa kebangsaan bukan monopoli suatu bangsa, tetapi ia merupakan perekat yang mempersatukan dan memberi dasar keberadaan (raison d’entre) bangsa-bangsa di dunia.  Dengan demikian rasa kebangsaan bukanlah sesuatu yang unik yang hanya ada dalam diri bangsa kita karena hal yang sama juga dialami bangsa-bangsa lain.

Bagaimana pun konsep kebangsaan itu dinamis adanya. Dalam kedinamisannya, antar-pandangan kebangsaan dari suatu bangsa dengan bangsa lainnya saling berinteraksi dan saling mempengaruhi. Dengan benturan budaya dan kemudian bermetamorfosa dalam campuran budaya dan sintesanya, maka derajat kebangsaan suatu bangsa menjadi dinamis dan tumbuh kuat dan kemudian terkristalisasi dalam paham kebangsaan.[1]
Paham kebangsaan berkembang dari waktu ke waktu, dan berbeda dalam satu lingkungan masyarakat dengan lingkungan lainnya. Dalam sejarah bangsa-bangsa terlihat betapa banyak paham yang melandaskan diri pada kebangsaan. Ada pendekatan ras atau etnik seperti Nasional-sosialisme (Nazisme) di Jerman, atas dasar agama seperti dipecahnya India dengan Pakistan, atas dasar ras dan agama seperti Israel-Yahudi, dan konsep Melayu-Islam di Malaysia, atas dasar ideologi atau atas dasar geografi atau paham geopolitik, seperti yang dikemukakan Bung Karno pada pidato 1 Juni 1945.[2]
“Seorang anak kecil pun, jikalau ia melihat peta dunia, ia dapat menunjukkan bahwa kepulauan Indonesia merupakan satu kesatuan. Pada peta itu dapat ditunjukkan satu kesatuan gerombolan pulau-pulau diantara 2 lautan yang besar; Lautan Pasifik dan Lautan Hindia, dan di antara 2 benua, yaitu Benua Asia dan benua Autralia. Seorang anak kecil dapat mengatakan, bahwa pulau-pulau Jawa, Sumatera, Borneo, Selebes, Halmahera, kepulaua Sunda Kecil, Maluku, dan lain-lain pulau kecil di antaranya, adalah satu kesatuan.”

Terhadap pernyataan itu, Bung Hatta tidak sepenuhnya sependapat, terutama mengenai pendekatan geopolitik itu :[3]

“Teori geopolitik sangat menarik, tetapi kebenarannya sangat terbatas. Kalau diterapkan kepada Indonesia, maka Filipina harus dimasukkan ke daerah Indonesia dan Irian Barat dilepaskan; demikian juga seluruh Kalimantan harus masuk Indonesia. Filipina tidak saja serangkai dengan kepulauan kita.”

Menurut Hatta memang sulit memperoleh kriteria yang tepat apa yang menentukan bangsa. Bangsa bukanlah didasarkan pada kesamaan asal, persamaan bahasa, dan persamaan agama. Menurut Hatta  “bangsa ditentukan oleh sebuah keinsyafan sebagai suatu persekutuan yang tersusun jadi satu, yaitu keinsyafan yang terbit karena percaya atas persamaan nasib dan tujuan. Keinsyafan yang bertambah besar oleh karena sama seperuntungan, malang yang sama diderita, mujur yang sama didapat, oleh karena jasa bersama, kesengsaraan bersama, pendeknya oleh karena peringatan kepada riwayat bersama yang tertanam dalam hati dan otak.”[4]

Pengertian tentang rasa dan wawasan kebangsaan tersebut di atas sebenarnya merupakan pandangan generik yang menjelaskan bahwa rasa dan wawasan lahir dengan sendirinya di tengah ruang dan waktu seseorang dilahirkan. Tidak salah bila pandangan generik itu mengemukakan pentingnya menumbuhkan semangat kejuangan, rasa kebanggaan atas bumi dan tanah air dimana seseorang dilahirkan dan sebagainya.

Wawasan kebangsaan merupakan jiwa, cita-cita, atau falsafah hidup yang tidak lahir dengan sendirinya. Ia sesungguhnya merupakan hasil konstruksi dari realitas sosial dan politik (sociallyand politicallyconstructed).[5] Pidato Bung Karno atau perhatian Hatta mengenai wawasan kebangsaan adalah bagian penting dari konstruksi elit politik terhadap bangunan citra (image) bangsa Indonesia. Apa pun perbedaan pandangan elit tersebut, persepsi itu telah membentuk kerangka berpikir masyarakat tentang wawasan kebangsaan.

Mengadopsi pemikiran Talcott Parsons[6] mengenai teori sistem,  wawasan kebangsaan dapat dipandang sebagai suatu falsafah hidup yang berada pada tataran sub-sistem budaya  Dalam tataran ini wawasan kebangsaan dipandang sebagai ‘way of life’ atau merupakan kerangka/peta pengetahuan yang mendorong terwujudnya tingkah laku dan digunakan sebagai acuan bagi seseorang untuk menghadapi dan menginterpretasi lingkungannya. Jelaslah, bahwa wawasan kebangsaan tumbuh sesuai pengalaman yang dialami oleh seseorang, dan pengalaman merupakan akumulasi dari proses tataran sistem lainnya, yakni sub-sistem sosial, sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem politik.

Pada tataran sub-sistem sosial berlangsung suatu proses interaksi sosial yang menghasilkan kohesi sosial yang kuat, hubungan antar individu, antar kelompok dalam masyarakat yang harmonis. Integrasi dalam sistem sosial yang terjadi akan sangat mewarnai dan mempengaruhi bagaimana sistem budaya (ideologi/ falsafah/pandanngan hidup) dapat bekerja dengan semestinya.

Sub-sistem ekonomi dan sub-sistem politik mempunyai kaitan yang sangat erat. Ada yang mengatakan bahwa paham kebangsaan Indonesia tidak menempatkan bangsa kita di atas bangsa lain, tetapi menghargai harkat dan martabat kemanusiaan serta hak dan kewajiban manusia. Paham kebangsaan berakar pada asas kedaulatan yang berada di tangan rakyat. Oleh karena itu paham kebangsaan sesungguhnya adalah paham demokrasi yang memiliki cita-cita keadilan sosial, bersumber pada rasa keadilan dan menghendaki kesejahteraan bagi seluruh rakyat.

Namun demikian sangat dipahami bahwa pembangunan ekonomi bukan semata-mata proses ekonomi, tetapi suatu penjelamaan dari proses perubahan politik dan sosial. Oleh karena itu keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi tidak dapat lepas dari keberhasilan pembangunan di bidang politik. Pada masa kini kita menyaksikan betapa pembangunan ekonomi hanya dapat terjadi secara bekelanjutan di atas landasan demokrasi.  Betapa bangsa yang menganut sistem politik totaliter, dengan atau tanpa ideologi, atau dilandasi oleh ideologi apapun, tidak bisa mewujudkan kesejahteraan dan tidak sanggup memelihara momentum kemajuan yang telah dicapai. Sejarah membuktikan keikutsertaan rakyat dalam pengambilan keputusan merupakan prasyarat bagi peningkatan kesejahteraan secara berkelanjutan.

Di sisi lain, ada pula yang mengatakan proses demokratisasi tidak akan berlangsung dengan sendirinya tanpa faktor-faktor yang menkondisikannya. Dalam hal ini tingkat kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh akan menentukan kualitas demokrasi. Masyarakat yang belum terpenuhi kebutuhan hidupnya yang paling mendasar akan sulit dibayangkan dapat ikut mempengaruhi secara aktif proses perumusan kebijaksanaan pada tingkat mana pun, faktor ekonomi sangat menentukan. Dengan demikian, tingkat partisipasi politik rakyat sangat erat kaitannya dengan tingkat kemajuan ekonominya. Jalan menuju demokrasi adalah pembangunan ekonomi, seperti juga jalan menuju pembangunan ekonomi adalah demokrasi.

Ekonomi yang kuat yang  antara lain tercermin pada tingkat pendapatan per kapita dan tingkat pertumbuhan yang  tinggi belum menjamin terwujudnya demokrasi yang sehat apabila struktur ekonomi pincang dan sumber-sumber daya hanya terakumulasi pada sebagian sangat kecil anggota masyarakat. Dengan demikian, upaya-upaya pemerataan pembangunan yang sekarang diberikan perhatian khusus harus dipandang pula sebagai langkah strategis dalam rangka pengejawantahan dari wawasan kebangsaan.

Dapat dipahami bila wawasan kebangsaan hanya tumbuh dan dapat diwujudkan dengan energi yang diberikan oleh sub sistem lainnya. Sub-sistem politik akan memberikan energi kepada bekerjanya sub-sistem ekonomi, untuk kemudian memberikan energi bagi sub-sistem sosial dan pada akhirnya kepada sub-sistem budaya. Sebaliknya, apabila sub-sistem budaya telah bekerja dengan baik karena energi yang diberikan oleh sub-sistem lainnya, maka sub-sistem budaya ini akan berfungsi sebagai pengendali (control) atau yang mengatur dan memelihara kestabilan bekerjanya sub-sistem sosial. Begitu seterusnya, sub-sistem sosial akan memberi kontrol terhadap sub-sistem ekonomi, dan sub-sistem ekonomi akan bekerja sebagai pengatur bekerjanya sub-sistem politik.

Hubungan timbal balik antara sub-sistem tersebut di atas oleh Parsons  disebut sebagai cybernetic relationship.



POLA PIKIR PEMAHAMAN WAWASAN KEBANGSAAN

 
 


 






















F. Integritas Nasional

Adalah penyatuan bagian-bagian yang berbeda dari suatu masyarakat menjadi suatu keseluruhan yang lebih utuh atau memadukan masyarakat masyarakat kecil yang banyak jumlahnya menjadi suatu bangsa. Selain itu dapat pula diartikan bahwa integritas bangsa merupakan kemampuan pemerintah yang semakin meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayah.
Masalah integritas nasional di Indonesia sangatlah kompleks dan multinasional, dengan demikian upaya integrasi nasional dengan strategi mantap perlu terus dilakukan agar terwujud integritas bangsa yang diinginkan, upaya pembangunan dan pembinaan integrasi nasional ini perlu, karena pada hakikatnya integrasi nasional tidak lain menunjukkan tingkat kuatnya kesatuan dan persatuan bangsa yang diinginkan.
Dalam konsep integrasi nasional ada yang disebut sebagai integrasi kebudayaan, integrasi sosial, dan pluralisme kebudayaan, sedangkan integrasi kebudayaan itu sendiri berati penyesuaian antara dua atau lebih kebudayaan mengenai beberapa unsur kebudayaan (cultural traits) mereka yang berbeda atau bertentangan, agar dapat dibentuk menjadi suatu sistem kebudayaan yang selaras (harmonis). Caranya adalah melalui difusi (penyebaran).
Integrasi sosial adalah penyatu paduan dari kelompok masyarakat yang asal berbeda, menjadi suatu kelompok besar dengan cara melenyapkan perbedaan dan jati diri masing masing dan yang terakhir adalah tentang pluralisme kebudayaan yaitu pendekatan heterogenis atau kebhinekaan kebudayaan, dengan kebudayaan suku suku bangsa dan kelompok minoritas di perkenankan mempertahankan jati diri mereka saing masing dalam suatu masyarakat.
Menurut Siau Tiong Djin yang terpenting dalam menginterprestasikan definisi ini adalah adanya pengertian, bahwa pertama, berlangsungnya proses membaur itu harus bersifat wajar, natural, tanpa paksaan. Kedua dan yang tidak kalah pentingnya definisi membaur itu tidak mutlak berati membaur biologis.
Pada akhirnya persatuan kesatuan bangsa inilah yang dapat lebih menjamin terwujudnya negara yang makmur, aman, dan tentram


Penutup

Kesimpulan:


Dari penjelasan diatas kita seyogyanya mengetahui apa sebenarnya nasionalisme itu dan sejarahnya, dari sejarah tersebut diharapkan kita bisa berkembang menjadi yang lebih baik dalam sikap nasionalisme. Disamping itu kita juga harus membangun sikap nasionalisme kita terhadap bangsa dan negara kita. Perlunya sikap nasionalisme adalah untuk menjaga persatuan dan keutuhan bangsa dari serangan perpecahan oleh bangsa lain.    





[1]       Pandangan mengenai wawasan kebangsaan ini dijelaskan secara generic oleh Ginandjar Kartasasmita dalam makalahnya yang berjudul “Pembangunan Nasional dan Wawasan Kebangsasn” yang disapaikan pada Sarasehan Nasional Wawasan Kebangsaan di Jakarta, 9 Mei 1994.
[2]     Sukarno dan perjuangan kemerdekaan, diterj.oleh: Hasan Basari / Bernhard Dahm, Hasan Basari.-- Jakarta : LP3ES, 1987. Judul asli : Sukarno and the struggle for Indonesian

[3]       Mohammad Hatta; beberapa pokok pikiran, disunting oleh Sri-Edi Swasono dan Fauzie Ridjal / Sri-Edi Swasono, Fauzie Ridjal.-- Jakarta : UI-Press, 1992.
[4]       Loc cit.
[5]       Bennedict Anderson, Imagined Community : reflections on the Origin and Spread of Nationalism, London: Verso, 1991.
[6]       Parsons, Talcott. Toward a General Theory of action. New York : Harper & Row, 1951.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar